BANGKALAN | koranmadura.com – Kepala Kepolisian Resor Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Ajun Komisaris Besar Anisullah M Ridha mengatakan penyidik Unit Tipikor, Satuan Reserse Kriminal, Kepolisian Resor Bangkalan, sengaja tidak menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi bantuan mesin tempel nelayan. Alasannya, penyidikan kasus korupsi membutuhkan waktu lebih lama dibanding kasus pidana biasa. “Kalau kami tahan, sementara penyelesaian berkasnya lama, tersangka juga harus dikeluarkan bila masa penahanan habis,” kata dia, Kamis (11/8).
Lagi pula, kata Anis, ketiga tersangka masing-masing Suparman Rosidi selaku kontraktor pengadaan mesin, Nur Laila salah satu Kepala Bidang di Dinas Keluatan dan Perikanan, dan Mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bangkalan, Nawawi, kini menjabat Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) selalu kooperatif bila dibutuhkan penyidik. “Sejauh ini kooperatif,” ujar dia.
Soal target perampungan berkas perkara mesin tempel, Anis tidak dapat memastikan. Menurut dia, meski penyidik menemukan potensi kerugian negara, namun hal itu harus diperkuat hasil audit lembaga independen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur. Selain lain itu, polisi masih membutuhkan keterangan ahli pidana dan ahli keuangan.
Anis mengaku mengajukan bantuan audit dari BPKP Jawa Timur, namun hingga kini belum selesai. “Ini harus dilengkapi. Kalau tidak ada, berkasnya akan dikembalikan lagi oleh jaksa,” ungkap dia.
Dugaan korupsi bantuan mesin tempel nelayan di Dinas Kelautan dan Perikanan Bangkalan terjadi pada 2014 lalu. Setelah mandek hampir dua tahun, pada bulan puasa lalu, polisi menetapkan tiga orang tersangka.
Terpisah, Kepala Satreskrim Polres Bangkalan,Madura, Ajun Komisaris Adi Wira Prakasa mengatakan dari tiga tersangka baru dua yang diperiksa penyidik. Untuk melengkapi berkas, polisi tinggal memeriksa satu tersangka lain. “Tinggal satu orang lagi yang akan kami periksa untuk melengkapi berkas,” kata dia. Namun dia enggan merinci identitas siapa yang sudah dan belum diperiksa.
Sementara itu, Kepala Dinas Keluatan dan Perikanan Bangkalan, Budi Utomo enggan mengomentari kasus yang sedang membelit SKPD yang dipimpinnya saat ini. Alasannya, kasus itu terjadi sebelum dirinya menjabat. “Saya tidak mau komentar, takut salah ngomong,” kata dia.
Adapun Nawawi, belum dapat dikonfirmasi. Permohonan wawancara yang dikirim wartawan, tidak direspons olehnya. Kasus ini bermula dari adanya bantuan dana Rp 800 juta dari Kementrian Kelautan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Bangkalan pada 2014 silam. Bantuan itu untuk pengadaan 16 mesin tempel perahu nelayan.
Ada tiga Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang menerima bantuan tersebut. Masing-masing KUB Barokah Desa Sembilangan. KUB Nanggala, Desa Gebang dan KUB Suramadu, Kelurahan Pejagan di Kecamatan Kota Bangkalan. Dengan anggaran Rp 800 juta, mestinya tiap KUB mendapat bantuan 6 unit mesin tempel. Namun pada realisasinya tiap KUB hanya menerima masing-masing 2 unit. Sementara 12 unit lainnya tidak jelas wujudnya. (ALMUSTAFA/RAH)