SAMPANG, koranmadura.com – Tak merasa putus asa ingin menyampaikan aspirasi, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sampang (Formasa) kini beraudiensi dengan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Rabu (26 Oktober 2016).
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa ini melakukan penggalangan 3 ribu tanda tangan sebagai bentuk tuntutan terhadap Bupati Sampang, A. Fannan Hasib, untuk menanggalkan jabatan.
Baca: Mahasiswa Tuntut Mundur Bupati Sampang
Koordinator Formasa, Abdul Azis, mengatakan tuntutan menurunkan Bupati A. Fannan Hasib turun dari jabatannya dilatarbelakangi penilaian karena orang nomor satu di jajaran Pemkab Sampang itu gagal mengupayakan perbaikan. Salah satunya berbentuk kegagalan dalam menangani bencana banjir.
“Ini langkah kedua kita, sebelumnya kami melakukan aksi penggalangan tanda tangan kepada masyarakat, alhamdulillah sudah terkumpul sesuai target yakni 3.000 tanda tangan, hasil penilaian atau aspirasi masyarakat itu kami sampaikan kepada para wakil rakyat,” terangnya.
“Dan alhamdulillah empat fraksi yang ada di DPRD itu mendukung langkah kami agar bupati turun dari jabatannya,” imbuhnya.
Sementara Ketua Komisi I DPRD Sampang, Mohammad Hodai, menegaskan pihaknya sangat mengapresiasi tuntutan mahasiswa untuk penurunan bupati Sampang dari jabatannya. Sebab para mahasiswa itu masih peduli terhadap masyarakat maupun kondisi pemerintahan Sampang saat ini. Akan tetapi, aspirasi penuntutan itu harus dengan cara-cara yang diatur oleh Undang-Undang yang berlaku.
“Mereka (mahasiswa) menuntut kami secara hak, tapi kami sebagai lembaga harus pada mekanisme dan tatib yang ada. Sekali lagi, kami sangat mengapresiasi karena mereka peduli kepada masyarakat maupun kondisi pemerintahan Sampang,” ucapnya.
Hodai juga menilai Fannan Hasib gagal memimpin Sampang. Yang dia sebut sebagai bukti adalah penyerapan anggaran minim, kemudian pembangunan yang masih di bawah standar, dan masih banyak kekosongan kursi jabatan terutama eselon II.
“Memang sebelumnya ada tim Monev turun ke Sampang. Tapi sejauh ini masih belum ada tanggapan baik dari Gubernur dan Kemendagri. Padahal di surat itu kami meminta untuk ada Plt Bupati. Lagi-lagi inilah kondisi birokasi yang ada di Indonesia. Makanya kami sebenarnya kecewa karena sampai saat ini belum jawaban maupun sanksi yang jelas,” akunya.
Disinggung penggunaan hak interpelasi, Hodai mengaku bahwa sebagai lembaga politik semua ada mekanismenya. Termasuk penggunaan hak interpelasi, yakni harus sebanyak 7 anggota dewan dengan 2 fraksi atau memenuhi 2/3 keanggotaan dewan yakni sebanyak 32 orang.
“Itu adalah ranah pimpinan, kami tidak bisa mendahului ranah pimpinan, semua itu ada mekanismenya,” tuturnya.
Pantauan koranmadura.com, empat fraksi yang menemui sejumlah mahasiswa itu di antaranya fraksi Madani dengan perwakilan Agus Husnul Yakin dan Iwan Efendi, Moh Hodai dan Aulia Rahman dari Fraksi Demokrat, Sohibus Sulton dari Fraksi Gerindra, dan Abd Qodir beserta Abdullah Mansur dari Fraksi PKB. (MUHLIS/RAH)
