BANGKALAN, koranmadura.com – 27 hari jelang Pilkades Serentak di Kabupaten Bangkalan pada 28 Oktober mendatang, persiapan pelaksaan Pilkades di sejumlah desa masih bermasalah. Polemik kian komplek, setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).
Apdesi mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Pasal yang didugat terkait aturan domisili calon kepala desa sebagaiman termaktub dalam Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c. Pemohon menguji konstitusionalitas norma “terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran”.
Dalam sidang pada 23 September lalu. Ketua MK Arief Hidayat didampingi delapan hakim konstitusi membacakan putusan dengan Nomor 128/PUU-XIII/2015. Isinya mengugurkan syarat domisili bagi calon kepala desa. Dengan putusan ini, ke depan siapa pun boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala desa di satu desa walau tidak berdomisili di desa tersebut.
Meski putusan ini baik, namun waktu dikeluarkannya putusan kurang tepat, khususnya di Kabupaten Bangkalan yang sedang menggelar tahapan pilkades serentak. Calon kades yang sempat digugurkan oleh panitia tingkat desa karena masalah domisili, menggugat lagi penggugurannya atas dasar putusan MK tersebut.
Sejumlah desa yang tahapan pilkada terganggu karena masalah domisili sejumlah calon antara Desa Banyu Besi, Desa Banyoneng Laok, Kecamatan Geger dan Desa Karang Anyar, Kecamatan Kwanyar.
Yang paling menyita perhatian adalah Pilkades Desa Karang Anyar, Kecamatan Kwanyar. Sepanjang Agustus dan September lalu, puluhan pendukung salah satu calon atas nama Suhaimi nyaris tiap pekan mendatangi kantor Bupati dan DPRD Bangkalan untuk menyampaikan protes. Terakhir pendukung Suhaimi menggelar hearing dengan Komisi A pada Kamis (29 September) lalu di ruang rapat Badan Anggaran.
Abddurrohim, salah satu pendukung Suhaimi menuturkan ‘jagoannya’ itu dicoret tanpa alasan yang jelas oleh panitia. Belakangan dia tahu, Suhaimi dicoret karena masalah domisili yaitu NIK KTP tidak sesuai NIK pada kartu keluarga.
“Suhaimi itu sebelumnya pernah jadi calon kades, kenapa baru sekarang NIK dipermasalahkan?” kata dia.
Semula pendukung Suhaimi pasrah. Namun mereka kembali gencar memerjuang Suhaimi setelah keluarnya putusan MK. Menurut Rahim, putusan MK keluar tanggal 23 September, sementara pencoretan Suhaimi dilakukan tanggal 26 September atau tiga hari setelah keluarnya putusan.
“Pencoretan Suhaimi tidak sah, karena putusan MK berlaku sejak diputuskan,” ujar Rahim.
Sekertaris Komisi A DPRD Bangkalah, Mahmudi, memperkuat pernyataan Rahim. Namun, kata dia, ada keterangan dari Panitia tingkat desa bahwa pencoretan Suhaimi telah dilakukan sejak 20 September. Sayangnya, keterangan tersebut hanya keterangan lisan, tidak didukung bukti tertulis.
Menurut politisi Hanura ini, bukti tertulis yang ada dan sah menyatakan Suhaimi dicoret pada 26 September dan beritanya acaranya baru dibuatkan pada 27 September. “Kami akan panggil panitia kabupaten untuk menentukan nasib Suhaimi, tapi jika melihat bukti yang ada harusnya pencoretan Suhaimi dianulir,” ungkap dia
Namun dalam rapat antara 8 camat dan Komisi A pada 6 September lalu, terungkap tampaknya sumber kisruh bukan hanya ihwal keluarnya putusan MK. Tetapi juga kentalnya unsur KKN dalam susunan kepanitian Pilkades.
Dalam rapat itu, Camat Kwanyar, Iwan Setiawan, jadi sasaran cecar anggota komisi soal susunan kepanitian Desa Kwanyar yang sarat kolusi karena merupakan orang-orang terdekat Mohammad Amin sebagai calon inkumben. Mulai ketua panitia, sekertaris, bendara dan seluruh anggota merupakan paman, keponakan, sepupu, dua pupu hingga keluarga tiga pupu dari calon inkumben.
“Bahkan seluruh panitia tinggal di satu pekarangan, bagaimana bisa lolos dan disahkan?” kata Anggota Komisi A, Abdurrahman.
Camat Iwan yang baru menjabat mengatakan saat dirinya dimutasi ke Kwanyar, panitia Pilkades di Karang Anyar sudah terbentuk. “Pak Anang mungkin menjelaskan lebih rinci soal panitia itu,” kata Iwan merujuk kepada Anang Yulianto, mantan Camat Kwanyar yang kini jadi Camat Blega.
Anang yang tepat duduk di samping hari itu membenarkan panitia Pilkades Karang Anyar terbentuk saat dirinya menjabat. Namun dia mengaku kecolongan karena pembentukan panitia itu dilakukan bertepatan dengan acara mutasi dirinya sebagai Camat Blega di Pendopo Bangkalan. “Saya dilantik, di belakang warga membentuk panitia,” kata dia.
Meski kecolongan, Anang mengaku tidak bisa berbuat banyak apalagi membubarkan panitia Pilkades. Yang dia lakukan setelah tahu panitia terbentuk adalah memeriksa berkas pengesahan untuk memastikan syarat pembentukan panitia sudah memenuhi aturan perundang-undangan.
“Kalau dari segi aturan, pembentukan panitia sah, dihadiri perwakilan seluruh dusun dan BPD kuorum, jadi tidak ada masalah,” terang dia. (ALMUSTAFA/RAH)
