YOGYAKARTA-Presiden Joko Widodo mengajak dunia internasional bersama-sama memerangi praktek pencurian ikan (illegal fishing) yang terus terjadi belakangan ini. Pasalnya, praktek illegal fishing telah mengurangi stok ikan dunia sekitar 90,1%. “Dampak negatif kasus pencurian ikan, tidak terbatas pada industri perikanan saja namun juga mencakup masalah lingkungan,” kata Presiden Jokowi saat membuka Pertemuan Tingkat Tinggi The 2ndInternational Symposium on Fisheries Crime, di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin (10/10).
Saat ini kata Presiden, makin banyak negara dan institusi internasional yang menyadari bahwa kasus kejahatan pencurian ikan atau Illegal, Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing adalah kejahatan transnasional yang dampaknya luar biasa, dan mendunia. Dampak negatif illegal fishing sangat luas, tidak terbatas pada industri perikanan saja namun juga mencakup masalah lingkungan. “Selain itu, illegal fishing terkait kejahatan lain, seperti penyelundupan barang dan penyelundupan narkoba dan pelanggaran terhadap peraturan perlindungan alam dan kebersihan,” tegas Presiden.
Presiden mengingatkan, IUU fishing telah berkembang dari kejahatan transnasional yang sangat serius dan terorganisir. Karena itu, bila IUU fishing terus dibiarkan merajalela maka bumi ini akan terancam keberlanjutannya. “Untuk itu, sangatlah penting untuk memerangi kejahatan transnasional yang terorganisasi tersebut dengan kolaborasi global,” tuturnya.
Menurut Presiden, Indonesia tidak bisa mendiamkan persoalan IUU fishing itu. Apalagi, illegal fishing telah mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 20 miliar dollar AS pertahun, termasuk mengancam 65% terumbu karang di Indonesia. Bahkan dalam dua tahun terakhir Indonesia terus mengencarkan usaha untuk melawan praktek iuu fishing seperti penangkapan dan penenggelaman 236 kapal pencuri ikan.
Hasilnya, lanjut Presiden, mulai terlihat tingkat ekploitasi ikan di Indonesia mengalami penurunan antara 30-35%, sehingga memungkinkan Indonesia meningkatkan stok nasional ikan dari 7,3 ton ditahun 2013 menjadi 9,9 juta ton di tahun 2015.
Selain itu, dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 ada peningkatan ekspor sebesar 7,34% produk perikanan Indonesia jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2015. Namun, Presiden meminta semua pihak tidak cepat berpuas diri.
Negara Indonesia pintanya harus terus belajar dari negara-negara lain dalam melawan IUU fishing, sekaligus berbagi pengalaman kepada negara-negara sahabat.
Sebelumnya di awal sambutannya Presiden Jokowi mengatakan, sebuah kebanggaan bagi Indonesia menerima kepercayaan dari komunitas internasional untuk menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi The 2ndInternational Symposium on Fisheries Crime. Sebab, simposium ini menjadi bukti nyata dari komitmen dan aksi bersama untuk mengatasi persoalan iuu fishing. “Kita melihat makin banyak negara dan institusi internasional yang menyadari bahwa iuu fishing adalah kejahatan transnasional yang dampaknya luar biasa, dampaknya mendunia. dampak negatif tidak terbatas pada industri perikanan saja namun juga mencakup masalah lingkungan,” ungkap Presiden Jokowi.