SUMENEP, koranmadura.com – Profesionalisme penyidik di Mapolres Sumenep dalam memproses perkara dugaan kasus pemalsuan akta jual-beli tanah yang dilaporkan Anang Endro Prasetyo diragukan. Bahkan muncul kecurigaan adanya konspirasi antara penyidik dengan terlapor.
Kuasa hukum pemohon Anang Endro Prasetyo, Rausi Samorano, mencurigai terjadinya konsprirasi antara penyidik dengan terlapor. Sebab, penanganan perakara itu terkesan dipermainkan.
Bahkan, pihaknya mengaku telah lama mencium adanya indikasi terjadinya konspirasi antara penyidik dengan terlapor. Pasalnya, perkara itu telah dilaporkan pada tahun 2013, namun selama dua tahun berjalan penanganannya terhenti tanpa dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh penyidik.
Oleh sebab itu, tahun 2015 pelapor kembali melaporkan kasus tersebut ke Mapolres Sumenep. Hanya saja penyidik yang menangani perkara itu dinilai tidak profesional. Bahkan, saat melakukan penyelidikan dan penyidikan hanya berkutat dalam persoalan formil dan nyaris tidak pernah menyentuh materi perkara, meskipun banyak kejanggalan yang melawan hukum atas diterbitkannya sertifikat tersebut.
Anenya, sekitar satu tahun kemudian pasca dilaporkan yang kedua kalinya, penyidik menyatakan perkara tersebut tidak bisa dilanjutkan. Itu setelah diterbitkannya SP3 pada tahun 2016.
”Nah, dikeluarkannya SP3 ini kami menduga ada main mata antara penyidik dengan terlapor. Karena sudah jelas dalam sertifikat itu banyak kejanggalan dan pemalsuan yang tidak disidik oleh penyidik,” tegasnya, Jumat (28 Oktober 2016).
Baca: Polres Sumenep ‘Keok’ dalam Kasus Dugaan Pemalsuan Akta Jual-Beli Tanah
Lebih lanjut Rausi mengatakan, atas dasar tersebut dirinya mengajukan praperadilan di PN Sumenep. Dengan tujuan kliennya mendapat keadilan yang seadil-adilnya.
”Setelah tujuh hari kami menempuh keadilan, akhirnya sudah ada keputusan dari Majelis Hakim, dan proses penyelidikan kasus itu tetap dilanjutkan,” tegasnya.
Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Nur Amin, membantah telah terjadi indikasi permainan dalan proses penyidikan kasus yang dilaporkan tahun 2015 itu. Dia mengklaim penerbitan SP3 sudah sesuai dengan mikanisme yang ada.
Menurutnya, diterbitkannya SP3 dikarenakan penyidik tidak menemukan alat bukti permulaan dan tidak menemukan bukti dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, serta pemeriksaan terhadap saksi ahli. Sehingga penyidik berkesimpulan tidak menemukan adanya tindak pidana.
“Makanya kami terbitkan SP3,” katanya.
Menurutnya, sebelum diterbitkan SP3, kasus tersebut sempat dilaporkan kepada Ombusmen. Selain itu, perkara itu pernah digelar di Polda Jawa Timur. Dan hasilnya sama, tidak ada unsur pidana.
Lanjutnya, pasca dikabulkannya permohonan praperadilan itu, pihaknya akan memulai lagi penyidikan kasus tersebut. Namun, itu akan dilakukan setelah menerima salinan putusan dari PN Sumenep.
“Kita nanti petikan (putusan, red) dulu, seperti apa perintahnya. Jika harus dilakukan penyidikan ulang, maka kami akan lakukan,” tegasnya.
Ditanya apakah akan banding atas putusan itu, pihaknya mengaku belum bisa memastikan. Namun, lebih mendekati untuk tidak melakukan upaya hukum dan menjalankan anah dari PN. (JUNAIDI/RAH)
