SUMENEP, koranmadura.com – Suhairi, ahli waris salah satu tanah di area Pasar Ternak Terpadu, Desa Pakandangan Sangra, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa tanahnya.
Cucu Bapak Masuri Ulla yang memiliki sebidang tanah dengan luas 7.090 M2 melaporkan dugaan pemalsuan dokumen pengalihan hak milik tanah kepada Kepolisian Resor Sumenep, dengan nomor Surat Tanda Bukti Lapor STPL/110/IV/2016/JATIM/RES SMP, tertanggal 15 April 2016 yang ditandatangani oleh Ipda Siswantoro, dengan terlapor Kepala Desa Pakandangan Sangra Sukandar.
“Dengan sangat terpaksa kami membawa persoalan ini ke ranah hukum. Karena kami merasa sangat dirugikan,” kata Suhairi, Rabu, 9 Nobember 2016.
Sesuai SPPT tanah dengan Persil Nomor 00026 Kohir 531 atas nama kekeknya, namun karena ada pembangunan pasar sapi modern pada tahun 2014 dan tidak menemukan titik terang soal harga lahan, maka tanah yang digarap sejak puluhan tahun silam tiba-tiba kepemilikannya berubah atas nama Sanawan Enno dengan Kohir 640.
Perubahan tersebut tanpa sepengetahuan Suhairi selaku ahli waris. Peralihan itu disinyalir dilakukan oleh Kepala Desa setempat. Sebab, dalam beberapa kali rapat pembebasan lahan untuk pembangun pasar ternak itu difasilitasi oleh kades setempat. Atas tindakan sewenang-wenang itu, membuat dirinya mengalami kerugian sebesar Rp 1 miliar 60 juta.
Namun, menurut Suhairi, penanganan kasus tersebut terkesan dipermainkan. Buktinya, penanganan perkara itu tidak menunjukkan perkembangan bahkan terkesan jalan di tempat.
Diakuinya, beberapa bulan setelah dilaporkan perkara itu dirinya mendapat surat dari Polres Sumenep, yang intinya Polres akan menggelar perkara. Sayangnya hingga saat ini gelar perkara itu belum dilakukan. “Ini yang kami tidak mengerti, kalau seperti ini terus, lalu kapada siapa kami harus berlindung,” katanya.
Anehnya, kata Suhairi, selang beberapa waktu kemudian, dirinya kembali mendapat surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/205/SP2HP/IX/2016/Satreskrim tertanggal 22 September 2016.
Dalam surat yang ditandatangani oleh AKP Moh Nur Amin selaku Kasat Reskrim Polres Sumenep, menegaskan jika proses penyidikan perkara tersebut dihentikan. Alasannya, karena perkara tersebur tidak cukup bukti sebagaimana unsur Pasal 263 Ayat (1), (2) KUH Pidana.
“Yang cukup aneh bagi kami, SP2HP yang dikelurkan Polres meragukan, karena tidak ada stempelnya. Padahal, surat yang kami terima sebelumnya selalu memakai stempel basah,” tegasnya.
Sayangnya, Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Moh Nur Amin, belum bisa memberkan keterangan, sebab saat dihubungi melalui telepon selulernya tidak merespons meskipin nada sambungnya terdengar aktif. Demikian pula saat dihubungi melalui pesan singkat (SMS) hingga berita ini ditulis belum ada jawaban. (JUNAIDI/MK)
