SUMENEP, koranmadura.com – Dugaan kasus penyerobotan tanah milik Yusuf seluas 1.296 hektar di Dusun Batu Guluk, Desa Bilis-Bilis, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Kecamatan Sumenep, Jawa Timur, pernah dilaporkan kepada Polsek setempat dan Polres Sumenep.
Laporan tersebut sesuai Surat Tanda Lapor (STBL) Nomor Pol. : K/LP/495/XII/2006/SPK tertanggal 11 Desember 2006 tentang tindak pidana menempatkan keterangan palsu dalam akte authentik berupa sertifikat tanah atas nama Rahmatullah yang diduga dilakukan oleh H Asraruddin selaku kepala desa saat itu.
“Kasus ini terpaksa kami bawa kepada ranah hukum. Karena pembuatan sertifikat tanah itu tidak prosedural dan ada tindakan melawan hukum,” kata Aminullah, salah satu famili ahli waris, Senin, 14 November 2016.
Menurutnya, saat itu yang melaporkan kasus tersebut diwakili oleh Umar (55) dan Saleh (60) pada tahun 2006. Hanya saja penanganan perkara tersebut dinilai tidak profesional. Ketidakprofesional penenganan kasus tersebut diketahui setelah pelapor menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SPPHP) tertanggal 22 Desember 2007 dengan nomor surat B/126/XIII/2007/Reskrim.
Dalam surat tersebut dinyatakan jika tanah seluas 1.296 persil I lohir 123 itu telah terjadi jual beli tahun 1981 yang dibeli oleh Asraruddin dari almarhum Nidiyah Yusuf. Itu berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) Nomor 43/VIII/Arjasa/1990 tertanggal 4 Agustus 1990. Dengan begitu maka hak tanh tersebut telah dialihkan.
Hal itu berdsarkan hasil pemeriksaan sebanyak 8 saksi yang dilakukan oleh penyidik di Mapolres Sumenep, termasuk terlapor H Asraruddin. Padahal, sesuai amatan pelapor, terlapor tidak pernah menghadiri panggilan dari penyidik.
“Empat kali yang dilakukan pemanggilan, tapi terlapor tidak pernah menghadap. Lalu dari mana penyidik ini bisa dapat informasi itu. Padahal, ahli waris tidak pernah menjual tanah itu,” jelasnya.
Anehnya lagi, kata Aminullah, dalam SPPHP dijelaskan jika tanah tersebut dibeli kepada almarhum Nikdiyah Yusuf. Padahal, tahun itu Nikdiyah Yusuf belum meninggal. Dia baru meninggal pada tahun 2013.
Dengan begitu, keabsahan keterangan saksi-saksi yang diperiksa penyidik diragukan. “Ini kan sudah tidak benar, masak orang masih hidup dikatakan sudah mati,” jelasnya.
Oleh sebab itu, ahli waris terus berupaya untuk mendapatkan tanah warisan itu. Salah satunya dengan cara mempertanyakan pembuatan sertifikat tanah kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep. Selain itu, keluarga ahli waris akan melaporkan kembali kepada penegak hukum.
“Besok kami mediasi di Kantor BPN. Jika cara ini tidak menemukam titik terang, kami akan gugat ke pengadilan nanti. Kami hanya ingin tahu asal-usul tanah itu kok bisa beralih kepemilikan. Padahal sejak dulu tidak pernah ada transaksi jual beli,” jelasnya.
Kasubag Humas Polres Sumenep, AKP Hasanuddin, mengaku tidak tahu penanganan perkara tersebut. Menurutnya, jika pelapor mau mengetahui perkembangan perkara itu, maka pelapor harus mendatangi Mapolres Sumenep. “Mestinya seperti itu. Kami belum tahu, nanti tak tanyakan dulu bagaimana perkembangan kasus itu,” tegasnya.
Terpisah Kasi Sengketa Konflik Perkara BPN Sumenep Mahfud Efendi membenarkan jika besok akan ada mediasi. “Benar besok kami gelar mediasi,” tegasnya. (JUNAIDI/MK)
