SUMENEP, koranmadura.com- Mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan (DPC PPP) Sumenep, KH Baharuddin dijerat dengan pasal berlapis. Dengan pasal-pasal tersebut, yang bersangkutan terancam hukuman penjara maksimal 9 tahun penjara.
PLH Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Ridwan Ismawanta, mengatakan bahaw pihaknya menyiapkan tiga pasal sekaligus untuk menuntut tersangka di pengadilan. Pertama, Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU No 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Kedua, Pasal 36 ayat (5) jo pasal 57 huruf d UU No 34 th 2002 tentang penyiaran. Ketiga, Pasal 36 ayat (6) jo pasal 37 huruf C UU nomor 32 tahn 2002 tentang penyiaran, dan Keempat, Pasal 310 ayat (1) KUH Pidana tentang pencemaran nama baik.
Ridwan menjelaskan, jika dalam persidangan tersangka melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah. Namun, kalau yang terbukti melanggar Pasal 310 ayat (1) KUH Pidana tentang pencemaran nama baik, ancaman hukumannya 9 tahun penjara.
Baca: Berkas Perkara P21, Kejari Tahan Mantan Ketua DPC PPP Sumenep
Berkas kasus ini baru dilimpahkan oleh Penyidik Pidana Tertentu (Pidter) Polres Sumenep ke Kejaksaan Negeri setempat pada Senin 31 Oktober 2016. “Nah Saat ini tinggal menyusunun berkas tuntutannya untuk dilimpahkan ke Pengadilan. Insyaallah butuh waktu sekitar satu minggu,” terang Ridwan, Rabu, 2 Oktober 2016.
Untuk memperlancar poreses hukum kasus ini, kejakasan melakukan penahanan terhadap Baharudin tepat satu jam setelah proses pelimpahan berkas dari Polres ke Kejari selesai dilakukan. Yakni pukul 15.00 WIB Senin 31 Oktober 2016 lalu.
Saat ini KH Baharuddim ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Sumenep, dengan masa tahanan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 31 Oktober 2016. “Statusnya tahan Kejari dengan masa tahanan 20 hari,” kata tambah Ridwan.
Menurutnya, dugaan tindak pidana pencemaran nama baik yang dilaporkan Supandi dilanjutkan setelah kasus hukum perdatanya berkekuatan hukum tetap atau inkracht. “Jadi kalau ada dua kasus yang dilaporkan antara perdata dan pidana, maka kasus perdatanya harus diselesaikan terlebuh dahulu,” jelasnya. (JUN/BETH)
