SUMENEP, koranmadura.com – Revitalisasi pasar tradisional sebesar Rp5 miliar diduga jadi bancakan. Akibatnya, sebanyak 24 paket proyek yang didanai melalui APBD Perubahan tahun 2016 itu berpotensi dikerjakan asal-asalan guna untuk mengeruk keuntungan dan membertebal kantong pribadi.
Buktinya, 13 paket pekerjaan di antaranya mengalir ke sejumlah anggota DPRD setempat. Dugaannya, itu dilakukan untuk memuluskan peralihan anggaran. Karena anggaran tersebut pada APBD murni dianggarkan untuk pembebasan lahan di SKB Desa/Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep.
Namun, karena terdapat kendala beberapa persyaratan, maka anggaran tersebut tidak bisa direalisasikan. Sehingga anggaran tersebut terpaksa dialihkan ke revitalisasi pasar tradisional pada APBD Perubahan. Dengan catatan ada kompensasi antara eksekutif dan legislatif.
“Sesuai hasil inveatigasi yang kami lakukan, ada 13 paket yang mengalir ke Komisi II DPRD Sumenep,” kata Koordinator Tim Investigasi Sumenep Corruption Watch (SCW) Junaidi, Sabtu 19 November 2016.
Menurutnya, salah satu dari 13 proyek yang disinyalir milik anggota dewan, seperti pembangunan los pasar di Tradisional Ganding, dan pemagaran pasar tradisional Guluk-Guluk, juga revitalisasi pasar di Kecamatan Bluto.
“Kalau di Guluk-Guluk milik orang berpengaruh di Komisi,” jelasnya.
Dikatakan, sebagai aktivis anti korupsi menyayangkan hal itu. Sebab berdasarkan Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang susunan dan kedudukan MPR/DPR-RI, DPD-RI dan DPRD disebutkan bahwa DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
Denga begitu, maka tidak sepantasnya wakil rakyat di gedung DPRD cawe-cawe soal proyek. Karena akan mencederai tupoksi kelembagaan.
“Bagaimana bisa jalan pengawasannya, kalau anggota dewan juga menjadi eksekutor proyek,” tegasnya.
Ketua Komisi II DPRD Sumenep, A Fajar Hari Ponto, mengatakan pengalihan anggaran dari pembebasan lahan itu dinilai hal yang biasa, bahkan dirinya mensupport hal itu. Kendati demikian, pihaknya bisa memastikan akan dikerjakan sesuai juknis yang ada.
“Pengawasan tetap kami optimalkan, cawe-cawe ke eksekutif dalam arti positif, hanya melakukan pembahasan APBD. Sementara yang lain tidak lah,” jelasnya. (JUNAIDI/RAH)
