SUMENEP, koranmadura.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep belum bisa menertibkan ratusan rumah megah yang berdiri di bantaran kali marengan. Padahal, rumah tersebut berdiri di sebidang tanah milik pemerintah.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Sumenep, Eri Susanto, mengatakan meskipun rumah tersebut sudah berdiri sejak puluhan tahun, namun Pemkab tidak bisa melakukan penertiban. Itu karena belum memiliki dasar hukum yang kuat.
“Tidak bisa, karena belum memililki dasar hukum,” katanya, Selasa 15 November 2016.
Baca: Dibiarkan, Banyak Bangunan Berdiri di Sempadan Kali Marengan
Menurutnya, sesuai Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP Nomor 25 Tahun 1991 tentang Sungai dan PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, khusus Kali Marengan lima meter dari bibir kali tidak diperbolehkan didirikan bangunan.
Namun, kata Erik, sapaan akrabnya Eri Susanto, UU tersebut belum bisa dijadikan landasan hukum sebelum diterbitkannya peraturan daerah (Perda). Jika dipaksakan dimungkinkan akan terjadi polemik yang berkepanjangan.
“Bisa jika dipaksakan, tapi nanti khawatir akan terjadi polemik. Karena kita harus mengacu kepada UU, dan itu belum kuat,” jelasnya.
Dia mencontohkan, pemerintah di luar Kabupaten Sumenep berani melakukan penertiban setelah diberlakukan Perda, seperti di Kali Wonokromo Surabaya, dan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Itu berani bertindak karena sudah ada Perdanya,” terang Erik.
Sementara di Sumenep, hingga saat ini Perda yang mengatur soal itu belum ada. Jika dimungkinkan akan segera diusulkan untuk dilakukan pembahasan.
“Jika sudah ada Perda yang mengatur, pasti kami akan bertindak,” tegasnya.
Anggota Komisi III DPRD Sumenep, M. Ramzi, menyambut baik rencana tersebut. “Silakan ajukan, jika sudah sesuai dengan persyaratan dan layak untuk di Perdakan, kami siap untuk melakukan pembahasan,” tegasnya.
Kendati demikian, meskipun nantinya Perda tersebut sudah diberlakukan, Pemerintah tidak boleh melakukan penertiban tanpa ada solusi. Salah satunya dengan cara memberikan tempat baru, baik berupa tanah atau bangunan yang setimpal dengan bangunan saat ini.
“Jangan sampai ada polemik baru, yang sampai merugikan warga setempat,” tegasnya.
Kendati demikian, kata Politisi Hanura itu, meskipun belum ada Perda yang nengatur, tidak semistinya Pemkab diam. Karena diamnya Pemkab bisa dianggap telah menyetujui adanya bangunan itu.
“Kalau memang yang bersertifikat harus ada perda, yang belum ada sertifikatnya ditertibkan. Karena sudah jelas dalam UU tidak diperbolehkan,” tegasnya. (JUNAIDI/RAH)
