SUMENEP, koranmadura.com – Setelah Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Jawa Timur, mengabulkan praperadilan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan pemalsuan akta jual beli tanah yang diajukan Anang Endro Prasetyo dengan termohon Kapolres Sumenep H Joseph Ananta Pinora, kini penyidik akan melakukan penyidikan dari awal.
“Amar putusan dari PN sudah kami terima. Tentunya kami akan melaksanakan sesuai amar putusan itu,” kata Kasubag Humas Polres Sumenep, AKP Hasanudin, Jum’at. 9 Desember 2016.
Sesuai amar putusan PN Sumenep, penyidikan kasus yang dilaporkan pada 2015 itu harus dilakukan penyidikan dari awal. Sehingga penyidik saat ini kembali akan mengumpulkan bukti-bukti baru dan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, baik saksi dari H Sugianto selaku terlapor maupun dari pelapor. “Semuanya akan dimintai keterangan nanti,” tutur Hasan.
Anang Endro Prasetyo melaporkan dugaan pemalsuan akta jual beli tanah ke Mapolres Sumenep, pertama kalinya tahun 2013, namun selama dua tahun berjalan penanganannya terhenti tanpa dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh penyidik.
Kemudian pada 2015, pelapor kembali melaporkan kasus tersebut ke Mapolres Sumenep. Hanya saja penyidik yang menangani perkara itu dinilai tidak profesional. Bahkan, saat melakukan penyelidikan dan penyidikan hanya berkutat dalam persoalan formil dan nyaris tidak pernah menyentuh materi perkara, meskipun banyak kejanggalan yang melawan hukum atas diterbitkannya sertifikat tersebut.
Namun sekitar satu tahun kemudian pasca dilaporkan yang kedua kalinya, penyidik menyatakan perkara tersebut tidak bisa dilanjutkan. Itu setelah diterbitkannya SP3 pada tahun 2016. Sehingga pelapor terpaksa mengajukan praperadilan atas penerbitan SP3 itu ke PN Sumenep. “Penyidik pasti akan profesional dalam menangani perkara ini,” tegasHasanudin.
Sementara kuasa hukum Anang Endro Prasetyo, Rausi Samorano mengatakan, profesionalisme penyidik sangat dinanti dalam menangani perkara tersebut. Sebab, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan lembaga Kantor Hukum RNS & Patners, serta fakta dalam persidangan yang tidak bisa dibuktikan.
Salah satunya, adanya ketidaksamaan obyek jual beli antara yang telah disepakati dengan yang tertera di Akta Jual Beli Tanah (AJB). Sesuai kesepakatan yang tertera di kwitansi hak milik AJB dengan nomor 3723. Namun dalam AJB yang diterbitkan tertera 1225.
”Nah kesalahan ini berdasarkan hasil pemeriksaan termohon karena kesalahan penulisan. Padahal, itu mestinya dibuat oleh orang yang berwenang sesuai syarat yang ditentukan,” jelasnya.
Mantan aktivis HMI Malang itu mengatakan, sesuai keterangan saksi ahli dari PPAT/Notaris yang dihadirkan oleh termohon, akta autentik tidak bisa batal atau diperbaiki kesalahan-kesahan yang tertulis didalamnya begitu saja tanpa adanya pembatalan. Semantara pembatalan bisa terjadi apabila terjadi penerbitan akte baru yang sah.
Bahkan berdasarkan yang termaktub dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 menegaskan jika perubahan data pendaftaran tanah, hanya bisa dibatalkan hukum harus didasarkan atas alat bukti lain, yakni putusan pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru. (JUNAIDI/MK).
