SUMENEP, koranmadura.com – Gagalnya pelaksanaan pemilihan antar waktu (PAW) Kepala Desa (Kades) Beluk Kenek, Kecamatan Ambunten, yang kedua kalinya akibat ketidaktegasan dan minimnya gagasan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep. Terbukti hingga saat ini Pemkab belum menemukan jalan keluar.
“Ketegasan Pemerintah Daerah sangat kami tunggu. Karena kami sadar PAW Kades merupakan amanah Undang-undang yang harus dilaksanakan,” kata tokoh pemuda desa setempat Suriyanto, Rabu 14 Desember 2016.
Baca: Lagi, PAW Kades Beluk Kenek Gagal
Pelaksanaan PAW Kades merupakan amanah Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah nomor 43/2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa, dan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepa Desa Antar Waktu Melalui Musyawarah. Dalam UU itu mengamanahkan, kepala desa yang berhenti dengan masa jabatan kurang dari satu tahun kekosongan jabatan diisi dengan mekanisme pilkades.
Seuai rencana awal, pelaksanaan PAW Kades Beluk Kenek akan dilaksanakan pada 29 November 2016 atau bersamaan dengan pelaksanaan PAW Kades 9 Desa lain yang saat ini tinggal menunggu waktu pengukuhan sebagai Kades definitif. Namun, karena kepanitiaan mengundurkan diri karena mendapat protes dari warga setempat, pelaksanaan PAW Kades terpaksa digagalkan.
Selang beberapa hari kemudian, Pemerintah Daerah melalui Badan Permusuawaratan Desa (BPD) desa setempat kembali membentuk kepanitiaan baru, dan kembali menjadwalkan Pelaksanaan PAW Kades pada 15 Desember 2016. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil, karena kembali mendapat protes keras dari masyarakat setempat.
Protes itu bermula karena kepala dusun dinilai tidak profesional dalam memilih tokoh yang bakal menjadi peserta musyawarah. Indikasinya, tokoh yang ditunjuk terdapat mantan nara pidana, dan juga salah satu istri kepala dusun dimasukan sebagai tokoh perempuan.
“Mestinya Pemerintah Daerah tidak diam dan mencari solusi agar pelaksanaan PAW Kades bisa terlaksana, bukan malah membiarkan,” jelasnya.
Sebab, menurutnya, gagalnya pelaksanaan PAW Kades Beluk Kenek disebabkan karena penunjukan tokoh peserta musyawarah tidak dilakukan secara profesional. Salah satu solusi alternatif yang ditawarkan kepanitiaan PAW Kades diambil-alih oleh Pemkab dan penunjukan tokoh dilakukan dengan cara musyawarah dengan RT di masing-masing dusun.
“Masyarakat hanya menginginkan demokrasi di tingkat desa berjalan sebagaimana mestinya, bukan malah proses demokrasi dikuasai perorangan. Karena ini bukan masa kerajaan yang asal tunjuk meskipun tidak layak,” jelasnya.
Sementara Kepala Bagian Pemerintahan Desa (Pemdes) Setkab Sumenep, Ali Dafir, mengakui hingga saat ini belum menemukan solusi, bahkan rencana PAW Kades Beluk Kenek yang dijadwalkan akan digelar 15 Desember 2016 terpaksa digagalkan.
Mantan Camat Batuan itu juga belum bisa memastikan apakah akan mengambil-alih kepanitian atau tidak. Saat ini pihaknya masih menunggu hasil keputusan secara tertulis dari camat setempat. Nantinya, surat keputusan itu akan diajukan kepada Bupati Sumenep, A Busyro Karim, untuk dilakukan evaluasi.
“Pasti surat itu nantinya ditembuskan kepada Pak Bupati, nanti apa langkah yang didisposisi oleh Pak Bupati kita akan lakukan, termasuk apakah kepanitiaan akan diambil-alih oleh Pemkab,” tegasnya.
Kades definitif berdasarkan hasil pemilihan kepala desa serentak tahun 2014 berhalangan tetap karena meninggal dunia. Selama ini pemerintahan di tingkat desa dijabat oleh PJ yang diangkat berdasarkan SK Bupati yang dijabat oleh PNS dari Kecamatan Ambunten.
“Tugas PJ mengantarkan pelaksanaan PAW Kades untuk memilih kades definitif,” kata Dafir. (JUNAIDI/RAH)
