SUMENEP, koranmadura.com – Penanganan kasus penganiayaan yang diduga dilakukan oleh sekelompok massa di depan Masjid Jami’ Sumenep, Jawa Timur, Minggu dini hari, 22 Januari 2017, dipertanyakan. Pasalnya, polisi dinilai asal-asalan.
Salah satu keluarga korban penganiayaan Roni Hartono (36) mengatakan, ketidakseriusan Polsek Kota menangani perkara tersebut terlihat dalam BAP yang tertuang dalam STPL Nomor : STPL/09/I/2017/JATIM/RES SMP/SEK SMP KOTA tertanggal 22 Januari 2017.
Dalam STPL yang ditandatangani oleh SPKT Polsek Sumenep Kota Aiptu Matsuro terlihat waktu kejadian tidak sama dengan fakta di bawah. Sesuai STPL peristiwa itu tertulis hari Minggu tanggal 17 April 2016 sekira pukul 06.00. Faktanya, kejadian tersebut terjadi pada Minggu, 22 Januari 2017.
“Ini sudah tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kok bisa yang melaporkan pada 22 Januari 2017, tapi kejadian di dalam pada 17 April 2016. Ini kan aneh,” katanya, Senin, 23 Januari 2017.
Ia menceritakan, tindakan pengeroyokan tersebut berawal saat Ahmad Zaky Tamimi mengajak Moh Rizal makan ke warung ibunya yang tak jauh dari lokasi tempat kejadian perkara. Sesampainya di lokasi yang dituju, tiba-tiba seorang pemuda berinisial R menghampiri sambil mengeluarkan ucapan yang terkesan menantang.
Ucapan inisial R dianggap melecehkan Tamimi. Sehingga Tamimi memanggil pamannya Lukman Efendi yang berada di rumahnya. Tidak lama kemudian, sesampainya di TKP, Tamimi dan pamannya langsung dikeroyok sebelum turun dari motor yang dikendarai. Pengeroyokan itu diduga dilakukan oleh sejumlah orang yang sebelumnya terkesan menentang.
Melihat temannya dikeroyok Moh. Rizal berusaha menghalang namun dirinya malah dikeroyok hingga baju yang dipakai sobek. Pengeroyokan itu diduga diduga menggunakan perkakas mobil. Pentungan itu dikeluarkan dari dalam mobil dengan nomor polisi M 873 A. “Pelaku pengeroyokan diduga dilakukan 20 orang,” jelasnya.
Akibat peristiwa itu Moh Rizal mengalami luka di bagian pipi, di belakang telinga, serta bajunya sobek. Sementara Ahmad Zaky Tamimi babak belur hingga tak sadarkan diri, dan Lukman Efendi mengalami luka bacok di pinggang.
“Kami harap polisi serius memproses kasus ini. Hukum harus ditegakkan, polisi tidak boleh terprovokasi atau dipengaruhi oleh siapa pun sebagai penegak hukum,” pintanya.
Sementara itu Kapolse Sumenep Kota AKP Eko Cahyadi mengatakan, penanganan kasus tersebut terus dilakukan sesuai prosedur yang ada. “Profesionalisme pasti kami dahulukan,” katanya.
Kendati demikian, penanganan perkara membutuhkan waktu, sebab kejadian itu tidak hanya dilakukan oleh satu orang, melainkan melibatkan banyak orang. Sehingga saksi-saksi yang harus dimintai keterangan juga banyak. “Ini kasus bukan (Pasal) 351, tapi (Pasal) 170 yakni penganiayaan yang melibatkan banyak orang,” jelasnya.
Kasus tersebut mengundang perhatian khusus dari Kapolres Sumenep, AKBP Joseph Ananta Pinora. Meskipun dalam kondisi hujan lebat, mantan Kasat Intel Polres Tabes Surabaya itu meninjau TKP.
Ia berjanji akan mengusut tuntas perkara itu hingga selesai. Guna mengungkap perkara itu polisi telah memeriksa sekitar lima saksi. “Hukum harus ditegakkan, walaupun menegakan seperti benang basah,” tegasnya. (JUNAIDI/MK).
