SAMPANG, koranmadura.com – Kemelut pembentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD) di Desa Ragung, Kecamatan Pengarengan, membuat Komisi I DPRD setempat memanggil Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan sejumlah pejabat yang ikut terlibat di dalamnya, Kamis, 9 Maret 2017.
Pantauan koranmadura.com, selain BPD, pejabat yang dipanggil Komisi I di antaranya Plt Camat Pengarengan dan pejabat dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sampang.
Saat rapat, anggota BPD Ragung, H Muammar, menyampaikan, pembentukan P2KD yang dilakukan berdasarkan instruksi langsung dari Pemerintah Kecamatan. Dan yang mengherankan, dirinya mengaku baru difungsikan dalam struktural BPD menjelang pembentukan P2KD, karena sebelumnya berada di luar Madura.
“Sudah ada kesepakatan sebelumnya dengan Pak Camat, bahwa saya akan duduk di BPD dan membentuk P2KD, asalkan ada jaminan hukum dari Camat,” akunya, Kamis, 9 Maret 2017.
Pengambilan sikap itu, Muammar mengaku karena untuk menjaga keberlangsungan roda pemerintahan desa dan kondisifitas di desanya. “Saya memang tidak paham aturan yang berlaku dalam pembentukan P2KD itu, tapi apa pun yang terjadi saya siap melakukan apa saja untuk desa saya,” ujarnya.
Mendengar penjelasan itu, Plt Camat Pengarengan, Suyanto, mengakui jika proses pembentukan P2KD di Desa Ragung salah. Oleh karena itu, pihaknya berjanji akan menindaklanjutinya dengan melakukan rapat koordinasi terlebih dahulu dengan pihak Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika).
“Secara aturan ini memang salah, bahkan BPD tidak membacakan tata tertib dalam pembentukan P2KD Ragung itu. Makanya kami akan rapatkan untuk pengambilan keputusan selanjutnya,” janjinya.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I DPRD Sampang, Aulia Rahman, menyarankan bahwa pembentukan P2KD untuk dievaluasi kembali, termasuk menerapkan acuan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
“Memang ada kesalahan dalam pembentukan P2KD di Desa Ragung, sebagaimana pengakuan BPD dan pejabat di atasnya. Makanya kami sarankan untuk di evaluasi kembali. Dan kami akan lakukan rapat lanjutan dengan pucuk pimpinan SKPD terkait dan aparat yang bersangkutan,” katanya.
Pihaknya menjelaskan, di Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 telah dijelaskan mengenai aturan pembentukan BPD. Makanya, kekosongan 7 BPD yang diberhentikan berdasarkan SK Bupati sebelumnya itu seharusnya dilakukan pengisian, sebelum melangkah melakukan pembentukan P2KD.
“Seharusnya kekosongan 7 BPD ini diisi. Karena 7 BPD itu merupakan perwakilan dari 7 dusun yang selayaknya juga mempunyai hak suara,” tegasnya. (MUHLIS)
