BANGKALAN, koranmadura.com – Wakil Bupati Bangkalan, Mondir Rofi’i berharap Kejaksaan Negeri Bangkalan mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap dua pejabat yang ditahan karena menjadi tersangka kasus dugaan korupsi mesin tempel nelayan.
Dua pejabat yang dimaksud masing-masing Kepala Satpol PP Bangkalan, Nawawi dan salah satu Kepala Bidang di Dinas Kelautan dan Perikanan, Nur Laila. Permohonan penangguhan penahanan sedang diupayakan oleh kuasa hukum Nawawi, Bachtiar Pradinata.
“Kalau bisa penahanan mereka ditangguhkan, agar tidak menghambat program di instansi yang mereka pimpin,” kata dia, Senin, 24 April 2017.
Permintaannya itu, kata Mondir, bukan untuk mengintervensi proses hukum apalagi membela pejabatnya yang bersalah. Dia hanya khawatir kekosongan jabatan yang ditinggalkan Nawawi dan Nur Laila bakal berdampak pada mandeknya berbagai program pemerintah.
Lagi pula, Mondir melanjutkan, kasus dugaan korupsi mesin tempel nelayan itu telah bergulir sejak tahun 2015 lalu. Selama itu, keduanya tak pernah berupaya kabur atau menghilangkan barang bukti. Dia berharap fakta tersebut dilihat dan jadi pertimbangan jaksa untuk mengabulkan penangguhan penahanan. “Silakan proses hukumnya lanjut, tapi kalau bisa tidak perlu ditahan, saya yakin mereka gak akan kabur,” ujar dia.
Nawawi dan Nur Laila ditahan sejak Kamis lalu setelah Satreskrim Polres Bangkalan melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri setempat. Selain itu, ada satu tersangka lain yang turut ditahan yaitu Suparman Rosidi, selaku kontraktor pengadaan mesin tempel.
Jaksa menyatakan berkas tersebut P21 alias lengkap. Jaksa lantas memanggil ketiganya untuk diperiksa, usai diperiksa mereka langsung ditahan di Rutan Bangkalan.
Kapolres Bangkalan AKBP, Anissullah M Ridha mengakui kasus ini mandek cukup lama di penyidik karena kesulitan menemukan alat bukti. Penyelidikan kasus ini dimulai sejak 2015 lalu.
Kondisi ini pun membuat sejumlah pihak di Pemkab Bangkalan menilai kasus tersebut terkesan dipaksakan. “Tidak benar kalau kami memaksakan kasus itu. Penyelidikan lama justru kami berhati-hati menangani agar tak salah orang,” kata dia.
Anis tak mau berdebat soal posisi kasus itu kuat atau tidak di luar pengadilan. Yang penting, kata dia, selama beberapa kali gelar perkara, alat bukti yang dimiliki polisi memenuhi syarat untuk meneruskan kasus itu ke pengadilan. “Kalau tidak cukup bukti tentu sudah kami hentikan, tak perlu diperdebatkan, biar pengadilan yang membuktikan,” kata dia.
Soal penangguhan penahanan, Anis mempersilakan dan hal itu sudah bukan kewenangan polisi. “Itu kewenangan jaksa,” kata dia lagi.
Menurut sejumlah informasi yang dihimpun koranmadura.com, kasus ini bermula pada 2014. Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan bantuan dana Rp 800 kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Bangkalan untuk pengadaan 16 mesin tempel perahu nelayan.
Ada tiga Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang menerima bantuan tersebut. Masing-masing KUB Barokah di Desa Sembilangan, KUB Nanggala di Desa Gebang dan KUB Suramadu, Kelurahan Pejagan di Kecamatan Kota Bangkalan.
Dengan anggaran Rp 800 juta, mestinya tiap KUB mendapat bantuan 6 unit mesin tempel. Namun pada realisasinya tiap KUB hanya menerima 2 unit. Adapun 12 unit lainnya tidak jelas wujudnya. (ALMUSTAFA/MK)