SAMPANG, koranmadura.com – Pakaian adat Madura Sakera dan kebaya (Marlena) turut menghiasi di Hari Jadi Kabupaten (Pemkab) Sampang yang ke-396. Bahkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) diwajibkan memakainya selama tiga hari ke depan.
Salah satu pedagang di Pasar Srimangun, H Abdul Majid mengaku kalau pakaian adat tersebut sedang laris manis. Namun demikian, ketersediaan baju adat Madura tersebut bukan diproduksi oleh warga Sampang sendiri, melainkan masih mendatangkan dari luar daerah.
“Kaos Sakera dengan motif belang merah putih dan baju kebaya masih datangkan dari luar Sampang. Sedangkan untuk celana (gombor) dan rompinya (pesak) serta Odheng masih bisa diproduksi di Sampang meski untuk bahannya masih kulakan di Surabaya. Untuk kebaya sendiri itu didatangkan dari Jakarta dan kaos Sakeranya didatangkan dari Surabaya,” tutur H Abdul Majid (54), pedagang pakaian di Blok 2A pasar Srimangunan, asal Desa Gunung Maddah, Kamis, 7 November 2019.
Lanjut H Madi sapaan akrabnya mengaku, meski saat ini diburu oleh ASN, tapi hanya sifatnya musiman, yaitu hanya pada momentum tertentu. Pihaknya berharap, baju adat Madura juga dijadikan baju kedinasan sehingga memiliki ciri khas tersendiri bagi ASN Sampang.
“Kalau untuk pemberdayaan bagi para pelaku usaha di Sampang dalam jangka panjang, kami harapkan baju adat Madura ini dijadikan salah satu baju wajib dinas, kalau perlu dengan logo khas yang menandakan dari wilayah Sampang. Sehingga nantinya bisa mencipakan peluang lapangan pekerjaan dan usaha asli dari Madura, khususnya Sampang sendiri,” harapnya.
Sementara Humas Pemkab Sampang, Yulis Juwaidi mengatakan, ASN diwajibkan memakai pakaian adat sudah berdasarkan surat edaran bupati. Menurut dia, memakai pakaian adat Madura tidak lain untuk memberikan pemahaman edukasi dan memperkaya budaya bahwa masyarakat Madura mempunyai pakaian adat. Bahkan ASN memakai pakaian adat yang awalnya diwajibkan selama tiga hari sejak 5 November lalu, kini diperpanjang satu hari lagi hingga Jumat, 8 November besok.
“Kami berharap generasi sekarang paham jika kita punya pakaian adat, serta generasi muda ikut serta dalam pembangunan ke depan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal,” katanya.
Ditanya keinginan pedagang agar Srimangunan dijadikan pakaian Dinas, Mbah Yulis, sapaan akrabnya mengaku sangat mengapresiasi masukan para pedagang. Pihaknya mengaku akan menampungnua dan akan menyampaikan kepada Bupati. Pihaknya tidak memungkiri bahwa pakaian adat hanya dipakai saat acara tertentu saja.
“Jika masukan warga untuk kebaikan para pelaku UKM, tentunya kami apresisasi masukannya. Karena selama ini pakaian adat hanya dipakai saat acara tertentu. Mirisnya lagi, pakaia adat Madura yang diperdagangkan di pasar Srimangunan bukan prosuk warga Sampang sendiri, melainkan produk Surabaya dan Jakarta. Nah untuk gombornya, katanya diproduksi di Sampang, tapi bahannya masih ambil dari luar Sampang. Yang jelas kami akan sampaikan keinginan para pelaku usaha kepada Bupati,” pungkasnya. (Muhlis/SOE)