SAMPANG, koranmadura.com – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Sampang (AMS) Tolak Pilkades 2025, demo kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Rabu, 1 September 2021.
Para pendemo mempertanyakan tugas dan fungsi para wakil rakyat sampang yang dituding telah dibungkam karena telah membiarkan dan menyetujui kebijakan Bupati setempat yang akan menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak pada 2025 mendatang.
“Kami minta DPRD menggunakan hak-haknya untuk bisa mencabut keputusan bupati terkait penundaan pilkades di 2025 mendatang,” teriak korlap aksi Moh Riswanto di depan kantor DPRD Sampang.
Selain itu pendemo menilai DPRD sudah lepas tangan dalam mengontrol sistem pemerintahan Kabupaten Sampang terhadap keputusan yang diambil bupati. Sebab menurutnya, keputusan Bupati dalam pelaksanaan Pilkades serentak 2025 yang bersandar pada peraturan Daerah No 4 Tahun 2019 sudah tidak sesuai dengan Permendagri No 72 Tahun 2020.
“Jadi kami menuntut DPRD Sampang untuk melakukan perubahan dan penyesuaian hirarki pembentukan Perda sampang No 4 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Perda No 1 Tahun 2015 tentang pedoman pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pelantikan dan pemberhentian Kades agar dilaksanakan dengan Protokol kesehatan di tahun 2022-2023 mendatang. Dan kami menuntut DPRD untuk menggunakan hak dan fungsinya menolak secara kelembagaan terkait keputusan Bupati No: 188.45/272/KEP/434.013/2021 tentang pelaksanaan pilkades serentak pada 2025 mendatang,” pintanya.
Tidak lama berorasi, Ketua DPRD Sampang Fadol di dampingi Wakil Ketua DPRD H Fauzan Adhima dan salah satu Anggota Komisi I komisi I Ubaidillah menemui pendemo dan bahkan sempat terjadi perdebatan hangat antara para pendemo dengan para legislatif.
Di hadapan para pendemo, Fauzan Adhima mengapresiasi serta menghargai aspirasi yang disampaikan Mahasiswa di tengah situasi pandemi saat ini. Namun pihaknya menegaskan, Peraturan Bupati (Perbub) adalah keputusan Bupati yang tidak bisa diintervensi oleh DPRD. Mengenai urusan tanda tangan untuk menyepakati tuntutan pendemo, pihaknya mengaku juga mempunyai hak.
“Saya ini dulu juga mahasiswa seperti kalian. kami menghargai adik-adik ini melakukan demo dalam suasana pendemi Covid-19. Masalah tuntutan, ada ranah hukum yang bisa ditempuh,” tegasnya di depan mahasiswa.
Karena tidak mendapat titik temu meski terjadi perdebatan, para pendemo pun membubarkan diri dan mengancam akan menggelar aksi serupa namun dengan jumlah massa yang lebih banyak. MUHLIS/ROS/VEM