SAMPANG, koranmadura.com – Ribuan sapi di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, tercatat sudah terserang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Namun penanganannya masih Minim dan terkesan kurang maksimal.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertan KP) Kabupaten Sampang, Suyono menyatakan pihaknya telah dilakukan pemanggilan oleh Dewan Perwakilam Rakyat Daerah (DPRD) setempat pada Rabu, 15 Juni 2022, melalui gabungan Komisi yakni oleh Komisi I dan Komisi II. Pihaknya tidak menyangkal bahwa saat ini penanganan PMK masih terkendala dengan jumlah petugas di lapangan dan anggaran. Sedangkan wabah PMK dikatakannya terus berkembang.
“DPRD Sampang juga mendorong langkah-langkah kami yang sudah dilakukan di lapangan untuk percepatan penanganan wabah PMK,” katanya, Kamis, 16 Juni 2022.
Kemudian Suyono menyatakan jumlah tenaga yang bergerak dalam penanganan PMK di Sampang saat ini yaitu sebanyak 41 orang yang terdiri 14 dokter hewan dan sisanya merupakan paramedis.
“Hampir setiap hari mereka tidak berhenti. Sedangkan paramedis juga ikut melayani,” ujarnya.
Mengenai anggaran lanjut Suyono mengaku, saat ini sudah melakukan pengajuan anggaran maupun obat-obatan ke Pemprov Jawa Timur.
“Kemarin kami ngajukan anggaran sebesar Rp 300 juta. Jadi berapapun nanti yang kami terima, nanti kami segera belanjakan untuk obat-obatan,” terangnya.
Berdasarkan data yang dimilikinya sejak Mei hingga 15 Juni 2022, sebaran wabah PMK terhadap hewan ternak sapi di Kabupaten Sampang yaitu sebanyak 2.775 kasus atau suspect PMK dari total jumlah populasi sebanyak 217.129 ekor sapi. Sedangkan untuk sapi yang sakit 2.067 ekor dan untuk sapi yang mati yaitu sebanyak 13 ekor serta sapi yang dipotong paksa yaitu sebanyak 7 ekor sapi.
“Sedangkan yang sembuh sebanyak 688 ekor sapi atau sekitar 25 persen tingkat kesembuhannya,” bebernya.
Sementara Anggota Komisi I DPRD Sampang, Ubaidillah mengakui anggaran yang ada saat ini dinilainya masih kurang, mengingat banyaknya sapi yang sudah mencapai ribuan terjangkit wabah PMK.
“Sebenarnya ini ada beberapa siasat. Pertama, memang melalui keputusan Bupati bahwa saat ini ada Kejadian Luar Biasa (KLB) PMK, sehingga nantinya bisa menggunakan dana taktis kedaruratan untuk dijadikan anggaran penanganan PMK. Kedua, bisa melalui DD dan ADD, di DD sebenarnya ada postur anggaran terkait ketahanan pangan. Nah, postur anggaran ini bisa difokuskan semuanya untuk penanganan PMK,” katanya.
Akan tetapi, untuk penggunaan DD ini, pihak desa butuh bersurat ke OPD terkait yakni Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten.
“Dan DPMD juga butuh dasar dari surat apabila dikeluarkan itu, termasuk pula melalui Perbup untuk memfokuskan postur anggaran Ketahanan Pangan yang ada di DD untuk khusus penanganan PMK. Atau pula dengan mekanisme PAK yang mendahului,” paparnya.
Lebih jauh politisi Golkar ini menyampaikan penggunaan anggaran yang ada juga bisa digunakan seperti pos anggaaran dana kedaruratan atau dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang besarannya senilai Rp 5 miliar.
“Artinya banyak cara dan banyak pintu, cuma masalahnya kita ini sering terlalu birokratis. Wabah ini sudah menyebar luas, kita masih repot masalah administratif. Padahal bisa dilalui dengan cepat jika mau,” katanya.
Pihaknya juga meminta para tenaga medis agar diberikan insentif disebabkan mobilitas tenaga medis untuk penanganan PMK sangat tinggi.
“Kita punya masalah tenaga medis terbatas, ada satu tenaga medis hewan hanya ada di satu kecamatan. Sedangkan kasus PMK sudah cukup banyak sehingga mereka kualahan. Makanya perlu adanya insentif kepada mereka karena mobilitas mereka tinggi, mereka kerja siang malam sehingga perlu juga merekrut relawan. Jadi kami mendorong agar ditingkatkan anggarannya,” pungkasnya. (MUHLIS/DIK)