SAMPANG, koranmadura.com – Isu dugaan “titip kursi” penerimaan peserta didik baru hingga praktik penjualan seragam sekolah oleh pihak lembaga, memicu aksi demonstrasi di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.
Puluhan pemuda yang menamakan diri Gerakan Pemuda Revolusi (GPR) menggelar aksi pada Kamis, 18 September 2025. Mereka menuntut Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sampang mundur dari jabatannya karena dinilai merugikan masyarakat.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi GPR, Idris, menyuarakan sejumlah laporan dari masyarakat terkait dugaan praktik penjualan seragam yang mewajibkan peserta didik untuk membelinya.
“Kami menerima banyak aduan dari orang tua siswa yang merasa terbebani oleh kewajiban membeli seragam di sekolah,” kata Idris, Kamis (18/9/2025).
Menurutnya, praktik pemaksaan pembelian seragam sekolah melanggar aturan yang berlaku.
“Dalam Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah, Pasal 12 ayat (3) dengan jelas menyebutkan bahwa sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan/atau memberikan pembebanan kepada orang tua untuk membeli seragam dari pihak tertentu,” tegasnya. (Koreksi: Mengganti “Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022” menjadi “Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022” dan menambahkan detail pasal yang relevan untuk akurasi).
Para demonstran juga menuntut Dinas Pendidikan mengambil sikap tegas jika praktik ini benar-benar terjadi.
“Kepala sekolah yang terbukti memperjualbelikan seragam harus dicopot dari jabatannya. Kalau Dinas Pendidikan tidak mampu menindak, lebih baik Kadisdik mundur saja,” ujarnya.
Sementara itu, Kadisdik Kabupaten Sampang, Fadeli, membantah adanya pemaksaan dari pihak sekolah kepada orang tua murid.
“Sekolah tidak pernah mewajibkan orang tua membeli seragam. Semua pembelian bersifat pilihan,” jelasnya.
Fadeli menambahkan, pihak sekolah justru berusaha membantu orang tua siswa. Meski begitu, pihaknya menegaskan akan memperketat pengawasan.
“Bagi yang tidak mampu, sekolah memberikan kemudahan dengan sistem pembayaran cicilan hingga 12 bulan. Sekali lagi, kami tidak akan segan menindak jika ada sekolah yang menyalahgunakan aturan,” tegasnya. (Muhlis/fine)