JAKARTA, koranmadura.com – Hingga saat ini Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya atau BI 7 Days Repo Rate hingga posisi 5%.
Menurut Lembaga penelitian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), penurunan suku bunga acuan bank Indonesia ini ternyata tidak menjamin pada peningkatan penyaluran kredit produktif sekaligus performa posisi rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR).
Dalam Catatan Akhir Tahun yang disusun tiga Ekonom Perempuan Indef Aviliani, Eisha Maghfiruha Rachbini dan Esther Sri Astuti, LDR sejak 2018 meningkat hingga 94,3% pada Kuartal III-2019 yang disebabkan karena pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang stagnan.
Sedangkan, pertumbuhan kredit terus meningkat signifikan selama dua tahun terakhir.
“Fenomena ini terjadi karena DPK saat ini lebih banyak masuk ke obligasi pemerintah, sehingga menyebabkan likuiditas bank menurun,” tulis Indef dalam Catatan Akhir Tahunnya, dikutip Sabtu, 21 Desember 2019.
Perlambatan DPK juga terjadi karena adanya perebutan dana (crowding out effect) antara obligasi pemerintah dengan dana masyarakat.
“Perlunya sinergitas antara bank dengan pemerintah agar tidak terjadi perebutan dana. Selain sinergitas, penurunan suku bunga kredit dipengaruhi kuat oleh suku bunga deposito, sedangkan transmisi penurunan suku bunga kredit membutuhkan waktu karena deposito perbankan memiliki jangka waktu kontrak,” lanjutnya.
Ketika BI 7 DRR turun, bank tidak bisa langsung merespons dan perlu melakukan penyesuaian terhadap suku bunga deposito baru.
“Selain itu, perbankan sedang menghadapi ketatnya likuiditas yang membuat perbankan mempertahankan suku bunga deposito tinggi untuk mendorong DPK, sehingga tingginya suku bunga deposito membuat suku bunga kredit sulit turun dalam waktu dekat,” tutupnya. (DETIK.com/ROS/DIK)