SUMENEP – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep menemukan sejumlah kelemahan dalam peraturan daerah tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) yang selama ini berlaku. Oleh karenanya, dewan berencana merevitalisasi perda itu karena jika tidak dinilai akan menghambat proses kepemimpinan tingkat desa.
Hal itu disampaikan anggota Komisi A DPRD Sumenep Roekminto, Minggu (26/1). Kata Politisi Golkar itu, ada sejumlah poin krusial yang membutuhkan revitaslisasi dalam perda yang mengatur tentang pilkades. Dalam perda perubahan nanti, selain masalah anggaran, model pelaksanaan pilkades tidak akan jauh beda dengan sistem pemilihan presiden.
“Pilkades itu kan sistem pemilihan yang ada di tingkat desa. Jadi kepala desa itu pucuk pimpinan pemerintahan yang ada di desa. Itu artinya kepala desa tidak jauh beda posisinya dengan Presiden sekali pun. Sehingga, penyelenggaraan pilkades biayanya juga harus ditanggung pemerintah melalui dana APBD,” terangnya.
Selama ini, suksesi kepemimpinan yang dibiayai oleh negara hanya pemilihen presiden, gubernur, dan bupati. Sementara biaya pemilihan kepala desa dibebankan kepada calon. Itu nanti yang akan menjadi pembahasan penting dalam perda perubahan Perda No 21/2006 tentang Pilkades.
Selain soal anggaran, model pencalonan juga akan dibatasi. Pemerintah akan mengatur lebih jauh terkait dengan jumlah cakades. “Minimal batasan untuk mencalonkan sebagai kepala desa pada satu desa minimal didukung oleh 20 persen suara masyarakat atau maksimal memperoleh dukungan 50 persen untuk bisa maju sebagai cakades,” terangnua.
Dengan pembatasan jumlah dukungan 20 persen, maka calon kepala desa yang muncul tidak akan melebihi dari lima orang dan minimal diikuti lebih dari tiga orang.