SUMENEP – Kinerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sjaifurrachman disoal. PPAT yang beralamatkan di Jl. Letjen Ach Yani No 6 Sumenep itu dinilai telah mengendapkan sertifikat pertokoan milik H. Nurul Hadi.
Pada Januari 2012, H. Nurul Hadi telah membeli 9 kios pertokoan dengan ukuran 2×2 Rp 110 juta kepada H. Khadijah. Pada saat bersamaan H. Khadijah sebagai penjual mempercayakan PPAT Sjaifurrachman untuk mengurus semua pemberkasan untuk dilimpahkan kepada H. Nurul Hadi selaku pembeli pada saat itu.
Namun sayangnya, pemberkasan yang meliputi kuitansi pembayaran, akte jula beli, dan sembilan sertifikat sampai saat ini masih ditahan oleh PPAT Sjaifurrachman, dengan alasan yang dinilai tidak rasional. Padahal H. Nurul Hadi dan Hj. Khadijah sudah sah melakukan transaksi jual beli.
H. Nurul Hadi, pembeli toko, mengaku sangat kesal denga pelayan yang diberikan oleh PPAT Sjaifurrachman. ”Kami sangat kecewa, sebab sudah satu tahun lamanya akte jual beli dan kuitansi saja masih belum dibuatkan, padahal untuk pembiyaan pembuatannya itu sudah diberikan sama PPAT itu sendiri,” katanya.
Ia mengaku lebih kesal lagi karena yang sudah menjadi hak miliknya juga ikut tertahan. ”Ketika sudah selesai transaksi lahan sertifikat itu sudah hak kami. Masak itu juga ditahan oleh PPAt dengan alasan untuk mepermudah jika ada orang yang akan membeli lagi,” keluhnya.
Oleh sebab itu, dirinya menduga, penahanan dan keterlambatan pembuatan pemberkasan itu karena ada unsur permainan dagang di dalamnya. ”Bisa saja penahan ini karena dijadikan bahan untuk meraup keuntungan yang lebih besar lagi,” tudingnya.
Sementara PPAT Sjaifurrachman mengakui jika dirinya telah melakukan penahan terhadap sertifikat sembilan kios tersebut. Namun penahan itu dilakukan atas dasar adanya ketimpangan di antara kaduanya.
”Kami tidak pernah menahan hak orang lain. Ini kami tahan, karena H. Nurul Hadi itu bukan pemilik asli, melainkan hanya penerima amanat untuk melakukan penjulan lagi, makanya ini kami tahan sampai ada orang yang membelinya kembali,” katanya.
Disinggung masalah proses pemberkasan pembuatan akte jula beli, dirinya mengaku tidak bisa melakukan pembuatan akte jual beli tersebut. Sebab, di antara kedua belah pihak masih ada perselisihan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
”Kalau masalah kuitansi, itu bukan hak kami. Melainkan itu hak kedua belah pihak, yakni Hj. Khadijah dan juga H. Nurul Hadi,” pungkasnya.