PROBOLINGGO – Lagi-lagi even Morning On Panglima Sudirman Strett (MPS2) menuai sorotan publik. Pasalnya, even tiga bulanan yang digelar oleh Pemkot Probolinggo itu dinilai terkesan pemborosan anggaran.
“Even itu setiap tiga bulan sekali digelar oleh Pemkot,” ujar mantan anggota DPRD Kota Probolinggo, Buntari kepada wartawan, Senin (27/1).
Dalam even tersebut, pesertanya tidak hanya berasal dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemkot, namun juga banyak perusahaan dan sekolah-sekolah yang ada di Kota Probolinggo.“Dalam even itu semua SKPD wajib ikut,” terang dia.
Menurutnya, meski kegiatan MPS2 terlihat ramai, namun beberapa SKPD mengeluh. Mereka harus mengeluarkan anggaran untuk mengikuti kegiatan tersebut, meski sebenarnya mereka merasa keberatan.
“Sebenarnya mereka keberatan untuk menjadi peserta MPS2. Namun karena merasa ini sudah menjadi program, mereka terpaksa ikut juga,” katanya.
Buntari menjelaskan, anggaran even MPS2 tersebut menelan anggaran hingga mencapai miliaran rupiah. Setiap SKPD yang ada di lingkungan Pemkot diharuskan menjadi peserta. Bahkan, angarannya ditanggung oleh SKPD sendiri.
Menyikapi pernyataan dari elemen masyarakat Kota Probolinggo yang mengatakan MPS2 (Morning on Panlima sudirman Street) sebagai ajang pemborosan, ditampik oleh mantan Kepala Bappeda yang juga Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo, Ir. Budi Krisyanto, M.Si.
Pria berkacamata itu mengatakan tidak ada SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) yang melakukan Pemborosan dalam kegiatan MPS2. “ Saya pikir semua komentar dari masyarakat merupakan hal yang wajar. Namun, jika MPS2 dikatakan sebagai kegiatan pemborosan anggaran, sama sekali tidak benar. Tidak ada anggaran SKPD untuk honor pegawai. Semuanya untuk belanja kegiatan”, tegas pria kelahiran Pasuruan, 09 Desember 1961 itu.
Pria yang akrab disapa Budi Kris ini menambahkan, MPS2 adalah wujud APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk rakyat. Semua yang dianggarkan diperuntukkan untuk rakyat. Kita menganggarkan sewa tenda, sewa sound sistem serta kita membagi kupon gratis kepada tukang becak untuk sarapan soto.
Semuanya untuk masyarakat, bukan untuk aparat. Ya monggo, kalau kita menganggarkan untuk masyarakat dinilai sebagai suatu pemborosan. Tentunya itu merupakan pernyataan yang tidak benar.”Apapun itu, ini adalah akibat dari ketidak pahaman saja. Jika mereka paham, maka saya yakin mereka akan mendukung”, tambahnya.
Untuk itu, bukan hal yang berlebihan jika pihak Pemerintah Kota Probolinggo menyangkal MPS2 adalah salah satu kegiatan yang memboroskan anggaran. Apakah anggaran yang seluruhnya diperuntukkan bagi masyarakat adalah bentuk pemborosan anggaran?. Tentu masyarakat bisa menilanya sendiri.
Disisi lain, keberadaan MPS2 merupakan suatu alternatif hiburan bagi masyarakat Kota Probolinggo mengisi liburannya. Jika sebelumnya masyarakat lebih memilih ke luar kota, maka keberadaan MPS2 diharapkan mampu mengalihkan perhatian masyarakat. Dengan demikian, uang mereka tidak beredar di Malang, Surabaya atau kota-kota lain akan tetapi beredar di Kota Probolinggo.
Jika MPS2 merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat, bukankah kita harus mendukung pelaksanaan program ini?. Dan bukankah kita seharusnya sadar dan bangga terhadap Pemerintah Kota Probolinggo yang telah mengupayakan kesejahteraan masyarakatnya. MPS2 memang bukan satu-satunya program penyejahteraan masyarakat, tapi MPS2 adalah salah satu bentuk kepedulian Pemkot Probolinggo dalam menciptkan masyarakat yang sejahtera.
Telusur data di lapangan, Pemkot menggelar MPS2 tersebut tujuannya untuk meningkatkan taraf ekonomi kerakyatan. Bahkan, warga diberikan kupon gratis sembako. Ironisnya, banyak warga yang mengaku tidak mendapatkan kupon gratis tersebut. Kebanyakan kupon-kupon gratis itu diberikan kepada orang-orang pilihan.
Sekedar diketahui, kemarin Pemkot Probolinggo menggelar MPS2 episode 1 tahun 2014 Bahkan, giat even tersebut hingga memacetkan arus lalulintas sepanjang jalan Panglima Sudirman. Semua kendaraan yang dari arah jalan Sukarno Hatta, terpaksa dialihkan ke jalan Panjaitan.