SUMENEP – Keseriusan Pemkab Sumenep untuk memperbaiki sejumlah faslitas stadion kerapan sapi dibuktikan dengan digelontorkannya angaran sebesar Rp 1,6 miliar. Sayangnya, pengerjaan proyek renovasi Stadion Giling Tahun Anggaran 2013 diduga janggal.
Pantauan Koran ini kemarin (27/1), menguatnya dugaan adanya kejaganggalan dalam pengerjaan proyek renovasi stadion Giling lantaran pada bagian tertentu dari proyek tersebut sudah ada yang ambrol. Proyek itu baru saja dilakukan rehab, namun pada bagian tertentu suadah rusak.
Salah satu Pembina LIPK (Lembaga Independen Pengawas Keuangan) Abd Latif menduga prosedur lelang ditengarai ada yang janggal. Dia menuding pada proses lelang terjadi rekayasa untuk memenangkan rekanan tertentu. Itu bisa dilihat dari proses evaluasi atas alokasi angaran sebesar Rp 1,6 miliar. Sejak awal kualifikasi dokumen sudah mencurigakan.
Bukti adanya rekayasa dalam proses lelang, jelas Latif, ada salah satu rekanan yang menawar dengan harga di bawah harga lelang yang sudah disetujui pemerintah pada pihak rekanan yang memenagkan lelang tender tersebut. Rekanan sempat ada yang menawar dengan tawaran terendah yakni Rp 1.494.005.000.
Sayangnya, justru yang memenangkan lelang tender itu rekanan yang menawar di atas Rp 1,4 miliar. Padahal, kata Latif, mestinya dalam proses lelang, penawaran terendah yang diambil pemerintah karena profitnya dapat menekan biaya anggaran pemerintah yang harus tersedot untu proyek renovasi itu.
Nyatanya, lanjut dia, rekanan yang memenangkan proyek lelang jatuh ke tangan rekanan dengan penawaran di atas rekanan yang terendah tadi yakni dimenangkan rekanan yang menawar Rp 1.625.856.00 (Rp 1,6 miliar). ”Mestinya kan rekanan dengan penawaran terendah yang dipanggil,” tanya dia heran.
Sehingga tidak dipanggilnya pihak rekanan selaku penawar proyek terendah layak dipertanyakan. Menurut Latif, penawar terendah setidaknya dipanggil untuk meberikan klarifikasi tentang pembuktian kualifikasi dala menyampailkan hasil scan sertifikat personil. “Ini kan buktinya, baru seumur jagung proyek dikerjakan sudah ambrol,” kritik dia.
Namanya dugaan ada rekayasa atau kongkalikong, besar kemungkinan pengerjaan proyek tersebut tidak beres. “Kenapa penawar terendah itu tidak dipanggil untuk datang sebagaimana pemenang lelang untuk dimintai klarifikasi atau menyampaikan hasil scan sertifikasi personil? Ketus Pembina LIPK ini.
Jika pemerintah mempunyai I’tikad untuk efesiensi anggaran seharusnya CV yang menawar lebih rendah jadi pemenang. “Kalau merasa bertanggungjawab terhadap anggaran maka seharusnya memanggil penawar terendah itu untuk melengkapi. Ini kan Cuma persoalan unduh scan saja,” imbuhnya.
Menurut Latif, perencanaan proyek tersebut tidak benar, sebab dengan dana sebesar Rp 1,6 milyar seharusnya bukan hanya untuk rehab, tetapi uang sebesar itu cukup untuk membuat lapangan baru. Dengan besarnya dana, pembangunan juga ditambah dengan tribun. Dugaan dirinya, perencanaan tersebut memang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mendapatkan untung banyak.
Sementara itu, Kepala Disbudparpora Febriyanto saat hendak ditemui di kantornya, enggan menemui wartawan yang sudah hampir 2 jam menunggu di depan ruang kerjanya. Saat dia keluar sebentar malah beralasan masih sibuk rapat internal. Sehingga kejelasan dugaan pelanggaran proses lelang proyek tender itu belum menemukan titik terang.