SUMENEP, koranmadura.com – Di sebuah halaman yang tak begitu luas, tercium aroma malam panas bercampur dengan bau kain yang baru dibentangkan.
Sejumlah siswa SMK Ar-Rafaiyah, Desa Juluk, Kecamatan Saronggi, Sumenep, tampak duduk melingkar. Tangan-tangan mereka bergerak hati-hati, membuat pola batik.
Di sisi lain, beberapa siswa terlihat menorehkan cairan malam pada kain putih yang perlahan berubah menjadi motif batik.
Motif yang dibuat cukup beragam. Mulai dari Keraton, Labeng Mesem, hingga keris–ragam corak yang akrab di telinga orang Sumenep.
Ya. Mereka sedang memperingati Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2025. Bukan dengan upacara, melainkan dengan membatik bersama.
“Setiap goresan adalah bagian dari budaya kita,” kata Ali Makki, Kepala SMK Ar-Rafaiyah, sambil mengamati siswa-siswanya membatik.
Menurut Makki, sapaan akrab Ali Makki, sekolah yang dipimpinnya merupakan satu-satunya SMK di Sumenep yang membuka jurusan Kriya Kreatif Batik dan Tekstil.
Sehari-hari, batik menjadi bagian dari pelajaran. Bahkan setiap Sabtu, kegiatan membatik bersama digelar sebagai ruang evaluasi karya.
“Kami ingin anak-anak ini menjunjung budaya lokal. Kalau bukan mereka, siapa lagi yang melestarikan?” ujarnya.
Salah seorang siswi kelas XI, Jessika, menuturkan bahwa kegiatan membatik di sekolahnya sudah jadi rutinitas, baik di kelas maupun saat senggang.
Ia berharap karya mereka suatu saat akan dikenal luas oleh masyarakat. “Rasanya bangga kalau batik buatan sendiri bisa dipakai orang lain,” ungkapnya. FATHOL ALIF