BANGKALAN – Mejelang pelaksanaan pemilihan presiden dan Wakil Presiden pada 9 Juli mendatang, para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah kabuapten (Pemkab) Bangkalan, diminta bersikap netral dalam menentukan pilihannya. Permintaan itu harus dilakukan karena sikap tidak netral di tubuh Korp Pegawai Republik Indonesia (Kopri) itu, dikhawatirkan dapat menimpulkan pelayanan yang diskriminatif. Hanya bisakah PNS bersikap netral, walau pun sudah diminta oleh pemangku kekuasaan tertinggi di Bangkalan?
“Para pegawai harus steril dari kepentingan kelompok dan golongan. Serta tidak terpengaruh terhadap suhu politik terkait pencalon Capres dan Cawapres,” jelas Wakil Bupati Bangkalan, Ir. Mondir Rofii.
Pada pelaksanaan pencoblosan nanti, kata Mondir, para pegawai harus menggunakan hak pilihnya sesuai hati nurani mereka masing-masing. Jangan sampai terlibat menjadi tim sukses masing-masing calon. Sebab, hal itu jelas melanggar peraturan. Sebagai abdi negara memang seharusnya menunjukkan sikap profesionalisme dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
“Kalau mengacu pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pasal 3 ayat (1) menyatakan PNS harus profesional. Kemudian, ayat (2) PNS harus netral dan tidak diskriminatif. Sedangkan ayat (3) PNS dilarang menjadi anggota atau pengurus porpol,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Kopri Kabupaten Bangkalan, Moh Tatiek Sukiyono menjelaskan, di kabupaten setempat jumlah PNS mencapai 15 ribu orang. Dimana terbagi dalam dua kategori yakni struktural dan fungsional. Pihaknya, tetap selalu berusaha menjaga netralitas ditengah-tengah arus pertarungan isu politik menjelang pelaksanaan Pilpres tahun ini.
“Kita selaku pengurus tetap mewanti-wanti agar PNS tetap netral ditengah suhu politik yang begitu hangat. Diharapkan mereka tetap fokus dalam melayani masyarakat,” harapnya.