SUMENEP – Penerbangan komersil perdana Trigana Air di Bandara Trunojoyo dengan pesawat ATR 42 tidak bisa dilakukan sesuai rencana pada 18 Agustus mendatang. Itu lantaran terkendala administrasi. Bandara Sumenep belum mendapat sertifikasi bandar udara. Saat ini sertifikasi itu masih dalam proses.
Informasinya, dengan akan dibukanya penerbangan komersil itu, Badara Trunojoyo dipastikan naik kelas. Sehingga, harus mendapatkan registrasi sertifikasi. Sebab, ketika sudah masuk komersil, bandara sudah bisa dibuka untuk umum, termasuk bandara berbasis internaisonal.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumenep Mohammad Fadilah mengakui penundaan penerbangan pertama Trigana Air itu. Itu karena proses sertifikasi bandar udara masih dalam proses. ”Belum selesai. Yang memproses itu tidak hanya Sumenep, ratusan bandara. Semacam antre,” katanya.
Dia mengungkapkan, administrasi itu sangat penting. Itu juga untuk merencakan safety. Sebab, dalam proses penerbangan harus betul-betul dilakkan secara sempurna. ”Jadi, keberadaan bandara ini perlu di-update lagi untuk mendapatkan sertifikasi yang lebih tinggi karena naik tingkat. Dalam penerbangan juga diperlukan ASP (aplication service provider). Intinya, kami harus menjaga keamanan dalam penerbangan ini,” ungkapnya.
Ditanya soal waktu akan dilakukan penerbangan perdana, mantan Ketua Pelaksana BPBD itu belum bisa memastikan. Menurutnya, semuanya tergantung kepada administrasi yang ada. ”Ya sama dengan orang nikah kan, juga membutuhkan sertifikat berupa surat nikah, ya bandara juga begitu,” ucapnya.
Fadilah menuturkan, segala fasilitas dan keamanan yang ada di Bandara Trunojoyo memang harus terjamin. Sehingga, saat penerbangan sudah berlangsung tidak tersendat di tengah jalan. ”Kami tidak mau penerbangan sudah dimulai, tapi ternyata malah tidak normal. Makanya, diselesaikan dulu semuanya,” ucapnya.
Fadilah menambahkan, kalau berkaiatan dengan fasilitas bandara, pihaknya sudah tidak khawatir. Termasuk untuk runway (landasan pacu) sudah sesuai dengan ketentuan. Yakni, mencapai 1200. ”Kondisi runway sudah mencukupi untuk jenis ATR, bukan jenis cassa. Kalau cassa kan hanya runway 700 hingga 800,” ungkapnya.
Kendati demikian, Fadilah berharap dalam waktu dekat bandara Trunojoyo sudah bisa dibuka secara komersil. Sehingga, penerbangan ke sejumlah daerah, sesuai dengan rute yang ditentukan bisa berlangsung dengan aman dan tanpa hambatan. ”Kami berharap proses untuk penerbangan perdana itu bisa cepat selesai. Sehingga, masyarakat Sumenep bisa menikmati penerbangan itu,” ucapnya.
Menanggapi penundaan komersialisasi bandara, anggota Komisi C DPRD Kabupaten Sumenep Muhammad Husin mengatakan, penundaan itu sudah yang kesekian kalinya. Salah satu faktornya, Pemkab tidak mau jujur kepada publik tentang segala persiapan penerbangan.
“Akhirnya jadi begitu toh, bandara kembali tertunda, padahal sudah sejak awal saya sudah bilang bahwa sebelum benar-benar beroperasi, cek dulu semua sarana prasarana, baik jalan, runway, keamanan, maupun yang lain. Artinya, tak boleh terlalu kesusu hanya karena ingin pemerintah dinilai bekerja oleh masyarakat,” katanya, Kamis (14/8).
Ia meminta agar masyarakat jangan selalu dihibur dengan janji-janji. “Oleh karena itu, sampaikan secara jujur dan transparan kepada publik kalau sarana pendukung seperti jalan, runway, dan lain sebagainya memang tidak siap, sehingga bandara belum bisa dikomersilkan. Jadi, menurut saya, pemerintah tak perlu terlalu PD (percaya diri),” tegas politisi asal kepulauan tersebut.
Larang Wartawan
Sementara pekerjaan Bandara Trunojoyo yang saat ini masih dalam tahap penyelesaian terkesan ditutup-tutupi. Saat tiga wartawan TV nasional akan meliput pekerjaan penyempurnaan bandara, petugas bandara mengusir, dengan alasan bandara mempunyai aturan yang tidak memeperbolehkan wartawan meliput pengerjaan tersebut.
Wartawan sebagaimana masyarakat pada umumnya juga tidak diperbolehkan masuk untuk melihat pekerjaan penyempurnaan bandara. Namun demikian, di dalam bandara terlihat sejumlah anak kecil dan masyarakat umum berkeliaran.
”Kami sempat bersitegang dengan petugas bandara, karena kami tidak diperbolehkan masuk dan mengambil gambar, padahal di dalam bandara banyak anak kecil dan masyarakat umum yang ada disitu, padahal mereka bukan pekerja,” kata Moh. Rahem, wartawan MNC TV.