SUMENEP – Pengamat hukum Sumenep Ach. Novel mengatakan, Program Infrastruktur Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan (PIPEK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep lebih baik dihentikan atau dihapus.
Program tersebut dinilai dapat menggangu tugas dan fungsi dewan sebagai lembaga kontrol, legislasi, dan anggaran. ”Nah, kalau dewannya sendiri sebagi pengelola proyek, bagaimana bisa jalan fungsi itu?,” tanyanya, Selasa (23/9).
Kalau terpaksa dipertahankan, realisasi program tersebut diprediksi tidak akan berjalan maksimal. Ia mencontohkan, yang seharusnya jalan tidak dilakukan pengaspalan, malah dengan adanya program tersebut akan diaspal. Padahal, jalan tersebut hanya dilewati satu orang dan satu mobil setiap harinya.
”Bisa saja itu terjadi, sehingga pelaksanaan programnya kurang realistis dan sering tidak rasional. Makanya, anggota dewan lebih baik bekerja sesuai dengan tupoksinya saja, tidak usah ikut campur soal proyek,” pintanya.
Berbeda dengan pendapat anggota DPRD Sumenep, Abd Hamid Ali Munir. Ia mengatakan program tersebut patut dipertahankan. Sebab, pada dasarnya, semua program tersebut bertujuan untuk membangun kesejahteraan masyarakat.
”Program pembangunan itu wajib hukumnya, kapan kita bisa maju, kalau kualitas infrastrukturnya saja masih sembrawut,” katanya.
Disinggung adanya program tersebut akan mengganggu tupoksi sebagai anggota dewan, pihaknya tidak menyangkal. Hanya saja, yang perlu disadari oleh masyarakat luas, anggota dewan sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengelola proyek.
Katanya, anggota dewan itu berhak untuk mengajukan atau merekomendasikan untuk mendapatakn program ke satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ia mencontohkan, jika masyarakat membutuhkan pengaspalan jalan, anggota dewan bisa mrekomendasikan ke Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga dan lain semacamnya. ”Itu yang harus diketahui oleh khalayak ramai, sehingga masyarakat tidak salah persepsi,” katanya.
Sedangkan untuk anggaran kebutuhan tersebut, lanjut Hamid, tidak ada batasan selagi anggaran di APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) mencukupi. ”Kalau masalah anggaran, tergantung kebutuhan yang ada, malah bisa mencapai Rp 2 miliar lebih,” tukasnya.
Informasi yang berhasil dihimpun Koran Madura, dana PIPEK setiap tahunnya meningkat drastis. Anggota dewan 50 orang. Pada tahun 2012 dana PIPEK menelan sekitar Rp 10 miliar dengan asumsi setiap anggota DPRD menerima sebanyak Rp 200 juta.
Pada tahun 2013 dan PIPEK mencapai Rp 15 miliar dengan asumsi setiap anggota DPRD mendapatkan dana sebesar Rp Rp 300 juta. Tahun 2014 dana PIPEK mengalami peningkatan yang cukup drastis, yakni hingga mencapai Rp 3,750.000.000, dengan asumsi setiap anggota DPRD mendapatakn jatah sebesar Rp 750 juta. (JUNAEDI/MK)