
PROBOLINGGO – Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPRD Kota Probolinggo menolak satu dari tiga Raperda yang diajukan pemkot. Raperda yang ditolak adalah Raperda pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota Probolinggo.
Sedangkan dua Raperda yang disetujui yakni Raperda pengelolaan Drainase, dan Raperda tentang pencegahan dan penanggulangan Kebakaran.
Penolakan itu disampaikan dalam sidang Paripurna Pengambilan Keputusan yang didahului Penyampaian Pemadangan Umum sekaligus pendapat akhir fraksi di DPRD Kota Probolinggo, Senin (13/4).
Juru bicara Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPRD Kota Probolinggo, H. Syaifudin, menegaskan menolak rancangan peraturan daerah pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol dengan berbagai alasan.
Diantaranya, tidak memenuhi tiga syarat bagi peraturan perundang-undangan termasuk Perda yang baik, harus mempertimbangkan aspek filosofis , yuridis, dan sosiologis.
Alasan aspek filosofis menurut dia, dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan jangan bertentangan dengan nilai-nilai agam dan kepercayaan. Sedangkan aspek yuridis dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan, tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat. Dan aspek sosiologis dimaksudkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai adat istiadat.
“ Bila terbentuknya parturan perundang-undangan telah memenuhi cakupan tiga aspek tersebut, maka keadilan yang dicapai dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan adalah keadilan yang berorientasi keadilan hukum, keadilan moral dan keadilan masyarakat,” tegasnya.
Tak hanya itu, kehadirannya sejak awal sudah bermaslah. Tidak hanya persoalan menyangkut tidak adanya naskah akademik yang merupakan persyaratan dalam penyusunan Raperda.
“Naskah akademik sebagai persyaratan, maka apabila salah satu syaratnya tidak terpenuhi, tentu Raperda itu menjadi cacat hukum. Walau dalam Permendagri Nomor 12/2011 dan Permendagri Nomor 1/2014 tentang pembentukan produk hukum daerah, tidak terdapat frasa harus, tetapi karena menjadi persyaratan maka hukumnya wajib,”terang H. Syaifudin.
H. Syaifudin kembali menegaskan, dalam hukum administrasi negara (HAN) ada dua persyaratan yang harus diperhatikan agar keputusan sah menurut hukum dan memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan.
Syarat yang harus diperhatikan mencakup syarat materil dan syarat formil. Syarat materil terdiri dari organ pemerintah yang membuat keputusan harus berwenang, keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis, seperti penipuan, paksaan, dan kesesatan.
“Keputusan harus berdasarkan suatu keadaan, dan dapat dilaksanakan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan peraturan dasarnya,”tegasnya.
Demikian juga, pihaknya meminta dalam menyikapi fenomena ini anggota DPRD Kota Probolinggo harus arif dan bijak, tidak mengedepankan emosional dalam mengambil keputusan untuk melahirkan sebuah perda. Sehingga ketika Raperda tersebut berlaku efektif, tidak menimbulkan konflik ditengah masyarakat.
Persolannya, berbicara minuman beralkohol sangat sensitif. Jangan sampai menyinggung perasaan kaum muslimin. Sebab dalam hukum islam sudah jelas, minuman beralkohol adalah haram. Tetapi kita tidak menafikan bahwa masyarakat Kota Probolinggo adalah pluralistik.
“Guna menjaga keharmonisan dan stabilitas keamanan yang kondusif, maka lembaga DPRD dan Pemkot hendaknya mau mendengarkan dan menampung aspirasi kaum muslimin yang mayoritas warga Kota Probolinggo. Apalagi, mayoritas ormas islam banyak menolak,”papar H. Syaifudin.
Pasca penyampaian pandangan empat fraksi atas tiga raperda tersebut, suasana sidang paripurna menjadi tegang setelah salah satu anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) H. Yusuf Susanto, memprotes penolakan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
“Meski FKB menolak, masih ada lima fraksi yang meyetujui. Yakni PDIP, Golkar, PPP, dan Fraksi GEDE. Berarti Raperda pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol, sah menjadi Raperda,”teriak Politisi PPP ini.
Atas argumen tersebut, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa, Ali Muhtar, justru mempertahankan kalau fraksinya tetap menolak karena beberapa alasan yang telah disampaikan dalam pandangan akhir fraksi.
“Fraksi kami tetap menolak, karena alasan dan beberapa pertimbangan yang tidak memenuhi aspek aspek filosofis , yuridis, dan sosiologis. Begitu juga dua syarat, yakni syarat formil dan materil,”tegas mantan Ketua KPU Kota Probolinggo ini.
Melihat hal itu, Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Probolinggo, Hamid Rusdi, berusaha menengahi permasalahan tersebut. Dan mempersilahkan pimpinan DPRD untuk memutuskan apakah di sahkan atau tidak.
“Silahkan pimpinan dewan memutuskan untuk disahkan, agar tidak berlarut-larut menjadi perdebatan yang tak pernah selesai. Ini kan masih menunggu evaluasi dari Gubernur apakah diterima atau tidak distujui,”celetuk politisi Partai Gerindra ini.
Akhirnya, Ketua DPRD Kota Probolinggo, Agus Rudi Ghafur, mengesahkan Raperda pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol, Raperda pengelolaan Drainase, dan Raperda tentang pencegahan dan penanggulangan Kebakaran, menjadi Raperda yang kemudian harus mendapat evaluasi dari Gubernur.
(M. HISBULLAH HUDA)