
SAMPANG, koranmadura.com – Tiga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yaitu Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan (Disperindagtam), Kantor Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal (KP3M) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sampang dipanggil oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat guna mencari kejelasan status para penambang, Jumat (16/10).
Ketua Komisi III DPRD Sampang Abdullah Mansyur mengatakan bahwa semua penambangan golongan C di Kabupaten Sampang statusnya masih belum memiliki izin. Pihaknya mengantongi data-data aktivitas penambang yang sampai sejauh ini tetap beroperasi.
“Kami sudah kantongi data status semua penambang di Sampang. Kurang lebih ada 24 penambang yang terdata dan masih belum mengantongi izin. Makanya Jumat (16/10) siang kemarin kami panggil tiga SKPD guna untuk mempertanggung jawabkan persoalan penambangan galian C. Dan yang kami herankan terhadap pengakuan dari pihak KP3M, jika ada 17 penambang yang melalui dinasnya yang melakukan pengajuan, namun dari Disperindagtam tidak mengakuinya,” ucapnya, Minggu (18/10).
Lanjut Abdullah mengatakan, tiga SKPD itu menurutnya telah melakukan pembiaran terhadap aktivitas penambangan yang ada di Kabupaten Sampang. Sebab berdasarkan data yang dimilikinya, aktivitas penambangan golongan C telah melanggar aturan namun tetap beroperasi hinnga kini.
“Berdasarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Timur Nomor 545/1541/119.2/2014, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2013, itu sudah jelas sekali. Dan penggunaan alatnya juga terindikasi menyalahi aturan, maka hal itu tidak boleh dibiarkan,” tegasnya.
Ditambahkan oleh Anggota Komisi III DPRD Anwar Sanusi, selain telah melanggar aturan, pihaknya juga mempertanyakan kejelasan kontribusi aktivitas penambangan yang ada di Kabupaten Sampang. Sebab menurutnya, pihaknya telah mendapat informasi jika aktivitas kontraktor (pengguna alat berat) penambang dikenakan tarif penambangan golongan C. Bahkan dirinya mencurigai ada permainan terhadap pengelolaan retribusi tersebut.
“Yang sifatnya lokal (batu, sirtu dan lainnya), kontraktor itu dikenakan biaya galian C. Dan kami khawatir, kontribusi ini lewat jalan belakang yang tidak masuk pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terkait jumlahnya kami tidak tahu persis berapa jumlah retribusi yang dikeluarkan oleh para kontraktor. Dan kami juga tidak tahu siapa yang mengkoordinir retribusi tersebut. Jangan-jangan ini seperti kejadian yang di Lumajang, yang masuk PAD itu sedikit, sedangkan penikmat yang di luar ini lebih banyak porsentasenya. Maka dari itu, kejelasannya nanti kita temukan di rapat lintas komisi dan semua SKPD, nanti itu semuanya akan terkuak siapa yang berada di belakang ini,” jelasnya.
Sementara Kepala KP3M Abd Syakur mengaku hanya melakukan tugas sebagai administrasi para pengaju yang hendak melakukan izin penambangan. Bahkan dirinya mengaku persolan teknis pertambangan itu berada di Disperindagtam.
“Saya hanya membantu mereka yang hendak mengurus izin. Karena secara administratif itu memang tugas kami. Dan berdasarkan data yang mengajukan izin itu sebanyak 17 orang. Terkait teknisnya langsung ke Disperindagtam,” kelitnya.
Sementara Kepala Disperindagtam mengaku masih belum melakukan rekomendasi pengajuan izin kepada semua penambang yang ada di Sampang. Bahkan pihaknya mengaku tidak pernah melakukan penandatanganan rekomendasi pengajuan izin para penambang. “Saya sendiri tidak pernah menandatangani rekomendasi 17 penambang untuk melakukan permohonan izin kepada Propinsi. Dan kami sendiri akan memanggil Kabid Pertambangan,” terangnya.
Ketika ditanya mengenai retribusi penambangan galian C, Misdi mengaku tidak paham persoalan retribusi yang di informasikan oleh dewan. Sehingga pihaknya mengaku jika persoalan mengenai retribusi itu urusan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (Dispendaloka) Sampang. “Retribusi itu bukan kewenangan kami. Masalah retribusi itu kewenangan Dispendaloka. Dan kami tidak pernah mengenakan retribusi penambangan,” ucapnya.
(MUHLIS/LUM)