SUMENEP, koranmadura.com – Potensi perikanan yang ada di perairan Kabupaten Sumenep rupanya menarik perhatian nelayan luar daerah untuk mengais rezeki di kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Madura ini. Sehingga nelayan luar daerah masih berkeliaran di kabupaten yang terdiri dari beberapa wilayah kepulauan ini.
Beberapa waktu lalu, seorang nelayan asal Kabupaten Probolinggo ditangkap di perairan Sumenep. Kapal KMN Sang Engon III berkapasitas 30 GT. Penangkapan itu bermula dari laporan masyarakat Desa Lobuk, Kecamatan Bluto, 12 September lalu yang mengaku resah.
Keresahan yang dirasakan oleh masyarakat setempat lantaran banyak rumpon, salah satu alat penangkapan ikan, milik masyarakat yang hilang. Diduga, hilangnya rumpon karena diambil oleh kapal cantrang dari Probolinggo itu. Sehingga pada tanggal 17 September, Ditpol Air Polda Jatim bersama Pokmaswas setempat melakukan operasi laut. Namun nihil karena sudah bocor.
Penangkapan terhadap Kapal KNM Sang Engon III itu baru bisa dilakukan satu bulan selanjutnya, yaitu tanggal 16 Oktober lalu di perairan Gili Labak. Diketahui, kapal yang ditangkap itu dinakhodai oleh Basri, warga Probolinggo. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan identifikasi petugas, kapal ini ditangkap karena melanggar jalur, karena melakukan penangkapan ikan di jarak 3 mil.
Padahal, untuk kapal yang berkapasitas 30 GT, sesuai Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2011, jalur penangkapan ikan harus di jarak 4-12 mil. “Karena sudah melanggar, maka kapal itu ditangkap,” kata Kepala Bidang Pengawasan dan Perlindungan Usaha Perikanan DKP Kabupaten Sumenep, Moh. Nur Rachman.
Sebenarnya, penangkapan kepada kapal itu bukan serta merta karena telah melanggar peraturan menteri, tapi juga untuk menghindari terjadinya konflik antar nelayan. Pasalnya, masyarakat sudah banyak yang resah, mengingat sudah sejak lama nelayan luar banyak yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Sumenep.
Menurut dia, sebenarnya sejak dulu sudah riak-riak akan timbulnya konflik antar nelayan sudah ada. Namun dari beberapa kejadian bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Sehingga tidak sampai terjadi kontak fisik antar nelayan di tengah laut. “Dulu pernah ada kepal luar yang sampai meninggalkan jaringnya, dan kapalnya lari,” katanya.
Menurutnya, nakhoda kapal yang tertangkap itu sudah diberikan pembinaan. “Dijerat pada pasal 7 ayat 2, sanksinya ada di pasal 100 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009. Sanksinya hukuman satu tahun atau denda Rp 250 juta,” jelasnya lebih lanjut.
Selebihnya, dia mengungkapkan, mengingat tidak menutup kemungkinan adanya nelayan luar yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Sumenep, dan untuk menghindari terjadi konflik antar nelayan, pihaknya mengaku akan memberikan pembinaan antisipasi konflik. “Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak main hakim sendiri,” pungkasnya.
(FATHOL ALIF/MK)