PROBOLINGGO, koranmadura.com – Benang kusut terkait rendahnya penyerapan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) mulai terurai. Pemerintah pusat merestui payung hukum lain di luar Permenkeu Nomor 20/PMK.07/ 2009 yang selama ini menjadi pedoman penggunaan dana cukai rokok.
“Mulai tahun depan penggunaan dana cukai rokok menggunakan aturan baru sebagaimana yang diatur dalam UU APBN 2016. Berbekal payung hukum ini, kegiatan yang bisa dibiayai dana cukai rokok juga berubah dan lebih longgar. Yakni lima puluh persen penggunaannya untuk spesific grant dan lima puluh persen sisanya berupa block grant. “Jadi mulai 2016, (DBHCHT) pakai aturan baru itu,” kata Biro Administrasi Perekonomian, Provinsi Jawa Timur, Sofi, dalam Evaluasi DBHCHT semester II tahap I, Kota Probolinggo, kemarin.
Sofi mengatakan, kendala penyerapan, antara lain penggunaannya di earmarked kepada lima kegiatan peningkatan bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan dibidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal sesuai UU tentang cukai.
“ Berdasarkan kasus yang terjadi terdapat kekhawatiran daerah karena ketidak sesuaian dengan lima kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU dan PMK menjadi obyek pemeriksaan aparat penegak hukum dan proses lelang yang diulang atau gagal,”tandasnya.
Menyikapi hal itu, arah kebijakan akhirnya berubah pola penggunaan sesuai UU No.14 tahun 2015 tentang APBN tahun anggaran 2016, penguatan Gubernur, dan penegasan atau perluasan menu program kegiatan yang di danai dari DBHCHT.
Semula penggunaannya bersifat spesific grant atau earmarked dan peruntukannya meliputi lima jenis kegiatan sebagimana diatur dalam pasal 66 A UU 39 tahun 2007 menjadi untuk tahun 2016, untuk penggunaannya maksimal lima puluh persen block grant dan minimal lima puluh persen bersifat spesific grant yang akan diatur lebih lanjut dalam UU APBN.
UU No 14 tahun 2015 tentang APBN 2016 pasal 11 ayat (5) huruf a, menyebutkan penerimaan DBHCHT, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota dialokasikan dengan ketentuan paling sedikit lima puluh persen untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku atau pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, dan atau pemberantasan barang kena cukai ilegal, dan paling banyak lima puluh persen untuk mendanai untuk kegiatan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah.
Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.07/2008 jo Peraturan Menteri Keuangan No.20/PMK.07/2009 tentang penggunan DBHCHT dan sanksi atas penyalah gunaan sudah ditetapkan enam tahun yang lalu, perlu penyesuaian dengan perkembangan dan dinamika yang terjadi.
“Penggunaan DBHCHT perlu dioptimalkan lebih baik lagi sehingga bisa menekan Silpa yang terjadi yakni rata-rata dua puluh persen dari penyaluran setiap tahunnya semenjak tahun 2008,”ucap Sofi.
Silpa DBHCHT tahun 2014 sebesar Rp.1.727.055.965, dan alokasi tahun 2015 lima puluh persen sebesar Rp. 6.074.277.000 dari Rp.12.148.554.000. Dari perhitungan tersebut, minimal yang harus dialokasikan pada APBD 2016 sebesar Rp.7.801.332.965 yang digunakan minimal lima puluh persen untuk spesific grant.
Begitu juga, kata Sofi, Silpa tahun 2015 harus atau wajib dialokasikan seluruhnya pada PAPBD tahun anggaran 2016 tidak dianggarkan maka akan terkena sanksi penangguhan penyaluran.
“Apabila dua tahun berturut-turut Kota Probolinggo tidak mengalokasikan Silpa dari tahun 2014 sampai 2016 maka sesuai Peraturan Menteri Keuangan akan dikenakan sanksi penghentian penyaluran DBHCHT,”ucapnya.
Walikota Hj. Rukmini, menyambut baik aturan baru pemanfaatan dana cukai rokok. Sebab menurutnya jika tetap mengacu aturan lama pasti tiap tahun ada anggaran yang tidak terserap lantaran ketatnya macam-macam kegiatan yang bisa dibiayai dana cukai rokok.
Saat ini yang terlihat baru delapan puluh dua persen yang tak terserap. Silpa DBHCHT masih tersisa sebesar Rp.1.727.055.965, dan Kota Probolinggo tahun anggaran 2016 mendapatkan DBHCHT sebesar Rp.12.148.554.000.
“Saya minta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menolak lagi karena pola penggunaannya sudah berubah, yakni maksimal lima puluh persen block grant dan minimal lima puluh persen bersifat spesific grant yang akan diatur lebih lanjut dalam UU APBN,”paparnya.
(M. HISBULLAH HUDA)