BANGKALAN | koranmadura.com – Seiring dengan berjalannya program tunjangan berupa gaji pokok yang diberikan kepada Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) berbagai macam persoalan mulai bermunculan. Salah satunya menyangkut masa berlaku Surat Keputusan (SK) BPD yang terjadi di Desa Patereman, Kecamatan Modung. SK BPD lama berlaku sampai dengan tahun 2019 dan menuntut untuk minta tunjangan. Sementara SK BPD untuk kepala desa yang baru sudah turun dari pemerintah kabupaten.
Camat Modung, Lanang Bara Muslim mengatakan, BPD dari Desa Patereman mendatangi kantor kecamatan untuk menuntut hak tunjangan. Dengan membawa SK, mereka jadikan sebagai landasan untuk meminta tunjangan. Namun, oleh pihak kecamatan, permintaan BPD tersebut masih dipertimbangkan kembali karena BPD dari kepala desa yang baru sudah terbentuk beberapa bulan lalu. Otomatis kecamatan tidak mau mengambil resiko. Pihaknya akan melakukan koordinasi ulang dengan pemerintah setempat, untuk menghindari kesalahan dalam prosedur adiministrasi.
“BPD dari kepala desa lama datang ke kecamatan untuk meminta di buatkan rekening juga. Karena SK mereka masih berlaku. Oleh kami tidak langsung dipenuhi. Masih akan dilakukan pertimbangan kembali dengan berkoordinasi dengan pemerintah. Takut terjadi kesalahan di kemudian hari,” ujarnya, Minggu (20/3).
Sementara itu, Asisten Kepemerintahan Kabupaten Bangkalan, M.H Buhory mengatakan, semua perangkat yang dibutuhkan adalah tergantung dari kebutuhan kepala desa tersebut. Termasuk didalamnya menentukan BPD. “Semua perangkat desa ditentukan oleh kepala desa itu sendiri. Termasuk memilih BPD dan perangkat lainnya,” ujarnya.
Dia menuturkan, setelah semua kebutuhan perangkat desa telah terpenuhi, kepala desa mengajukan SK kepada pemerintah setempat. Secara otomatis, peralihan wewenang akan berubah secara total. Termasuk kebijakan untuk membentuk BPD. Oleh sebab itu, BPD yang telah terbentuk akan resmi menjalankan tugasnya termasuk hal-hal yang mendukung terhadap kinerjanya.
Disinggung soal persoalan yang terjadi di Desa Patreman, menurutnya, SK bukanlah jaminan untuk melakukan kinerja sesuai dengan masa berlakunya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pilkades. Artinya, semua bentuk kebijakan desa akan beralih pada kepala desa yang terpilih. Oleh karena itu, SK milik BPD lama dengan sendirinya akan gugur.
“Meskipun SKnya berlaku sampai 2019, tapi kepala desanya sudah ganti dan BPD-nya pun terbentuk, maka yang sah adalah BPD kepala desa yang terpilih saat itu juga,” terangnya.
(YUSRON/ORI/RAH)