PAMEKASAN | koranmadura.com – Seorang aktivis lingkungan melakukan aksi tunggal dengan membisu di halaman Kantor DPRD Pamekasan, Senin (27/6). Aksi itu sebagai bentuk protes terhadap pembiaran pemerintah atas aktivitas reklamasi yang terjadi di pesisir Kecamatan Tlanakan, Pamekasan.
Aksi yang dilakukan pria dengan tubuh berwarna hitam dan merah itu awalnya dilakukan di bundaran monumen Arek Lancor dengan membentangkan spanduk dan poster yang isinya tentang peringatan ancaman reklamasi di pesisir Tlanakan.

Aksi dilanjutkan ke Kantor DPRD Pamekasan, Jl Kabupaten. Dia memasang spanduk yang dibawanya di papan nama DPRD. Setelah itu, langsung menyudahi aksinya tanpa melakukan orasi atas aspirasi yang disampaikan pada wakil rakyat di parlemen Pamekasan itu.
“Kami sangat kecewa dengan pemerintah yang sudah mengetahui terjadi pelanggaran hukum dalam aktivitas reklamasi di Tlanakan. Sampai sekarang belum ada tindakan penertiban yang dilakukan,” kata Zainul Hasan, usai melakukan aksi tersebut.
Ketua Komisi I DPRD Pamekasan Ismail mengatakan pihaknya meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan proaktif berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) dalam upaya melakukan penertiban aktivitas reklamasi yang terjadi. Apalagi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pamekasan sudah menyatakan bahwa reklamasi di Pamekasan merupakan kegiatan melanggar hukum karena dilakukan tanpa izin. Bisa dinilai telah terjadi penyerobotan tanah negara.
“Kewenangan menindak praktik reklamasi liar memang di pemprov, tapi pemkab harus ikut andil membantu pemprov dalam upaya melakukan penertiban. Kalau dibiarkan, pengerukan liar pada tanah negara akan makin marak,” kata Ismail.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan nasional (BPN) Pamekasan, Herman Nurcahya mengatakan terdapat puluhan sertifikat tanah di sepanjang pesisir selatan Pamekasan. Menurutnya, sertifikat yang dikeluarkan BPN tetap sah secara hukum. Sebab setiap produk BPN adalah produk hukum. Sertifikat itu bisa tidak sah, jika terdapat putusan pengadilan yang memenangkan pihak yang menolak terbitnya sertifikat itu.
Diakuinya, kendati tidak punya kewenangan untuk melakukan penindakan, pihaknya bisa memblokir sertifikat tersebut jika terdapat permohonan pemilik sertifikat untuk tidak dilakukan perbuatan lebih lanjut.
“Misalnya peralihan hak, jual beli atau bentuk lainnya. Kami punya wewenang memblokir itu dulu sebelum izinnya lengkap. Tapi harus ada masyarakat atau kelompok masyarakat yang keberatan. Sementara ini belum ada lagi, kalau ada langsung kami blokir,” kata Herman. (ALI SYAHRONI/RAH)