
SUMENEP | koranmadura.com – Belum adanya kejelasan terkait proses pemberhentian status Kepala Desa Lapa Laok Kecamatan Dungkek, A Suud, oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep setelah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, membuat warga setempat geram.
Puluhan warga Desa Lapa Laok, Kamis (25/8), kembali mendatangi Kantor Bupati Sumenep untuk mempertanyakan keseriusan Bupati A Busyro Karim dalam menegakkan perda. Jika dalam waktu dekat belum ada keputusan, mereka mengancam akan menempuh jalur hukum.
”Itu sudah pasti kami lakukan (jalur hukum) jika dalam waktu dekat belum ada kejelasan. Karena masyarakat merasa dipermainkan oleh pemerintah daerah dan kesabaran masyarakat sudah mulai menipis,” kata Moh Jupri, pelapor kasus tersebut.
Puluhan warga ditemui oleh Kabag Pemerintahan Desa (Pemdes) Setkab Sumenep Ali Dhafir. Sedangkan Kabag Hukum Setiawan Karyadi, Sekda Hadi Soetarto, dan Bupati A Busyro Karim sedang tidak di kantor.
Jupri mengatakan, akibat belum diberhentikannya Suud membuat masyarakat dilema. Antara yang benar dan yang salah menjadi kabur. Apakah masyarakat yang salah atau kades yang salah.
Padahal, kata Jupri, Peraturan Bupati Sumenep Nomor 31 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 08 Tahun 2014 tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa, bahwa kepala Desa yang telah menjadi tersangka tindak pidana korupsi harus diberhentikan sementara. ”Kalau perbupnya sudah oke, tapi orang-orangnya sebagai penegak perbup yang tidak oke,” jelasnya.
Kabag Pemdes Setkab Sumenep Ali Dhafir mengatakan, proses pemberhentian sementara Suud telah dilakukan. Sekitar satu bulan yang lalu Bagian Pemdes telah berkirim surat kepada Bagian Hukum untuk diterbitkan surat pemberhentian sementara.
Itu dilakukan setelah Bagian Pemdes mendapatkan salinan putusan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, tentang penetapan tersangka Kades Lapa Laok. ”Tapi karena ada kendala, maka Bagian Hukum meminta kami untuk menerbitkan nota dinas kepada Pak Sekda. Itu sudah kami lakukan,” jelasnya.
Hanya saja, sampai saat ini balasan nota dinas dari Sekda belum diterima Bagian Pemdes. Sesui hasil koordinasi, surat balasan itu mengamanatkan Kabag Hukum dan Kabag Pemdes serta Asisten I untuk menghadap Sekda. ”Setelah kami telusuri surat balasan itu sudah turun dan saat ini masih ada di Asisten I dan saat ini masih ada di luar kota,” jelasnya.
Dirinya sependapat dengan Jupri bahwa Suud harus dilakukan pemberhentian sementara, karena itu sudah amanat peraturan meskipun saat ini proses hukum A Suud belum incrah karena masih banding.
Jika proses banding nantinya dimenangkan oleh A Suud, pemberhentian sementara akan dicabut. Namun jika A Suud kalah, akan dilakukan pemberhentian tetap. Sedangkan untuk mengisi kekosongan dan sebagai pemangku kebijakan di tigkat desa, pemerintah akan menunjuk pelaksanan tugas (Plt) yang bakal diisi oleh sekretaris desa (sekdes). ”Kalau proses itu tidak dilakukan, maka sangat naif,” katanya.
Disinggung waktu pemberhentian sementara Suud, akan dilakuakn setelah sudah melakukan rapar koordinasi antara Sekda, Kabag Hukum, Kabag Pemdes, dan Asisten I.
Untuk diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada A Suud dalam sidang putusan Kamis (17/3). Majelis hakim menyatakan dia terbukti bersalah dalam distribusi raskin.
Selain kurungan penjara, terdakwa juga dikenai denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan penjara. Terdakwa juga berkewajiban untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp 213 juta. Saat ini A Suud selaku terdakwa masih melakukan banding. (JUNAIDI/MK)