SUMENEP, koranmadura.com– Kepala Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Asad Hasanuddin mengklaim pelayanan kesehatan yang diberikan instansinya telah sesuai standar pelayanan kesehatan.
Dengan begitu tidak benar jika dikatakan petugas melakukan malapraktik sebagaimana yang dituduhkan oleh warga setempat. (Baca: Diduga Malapraktik, Keluarga Korban Lurug Puskesmas Guluk-Guluk
“Tidak benar jika petugas kami melakukan malapraktik. Semua pegawai kami telah mendapatkan izin praktik sesuai bidangnya masing-masing,” katanya saat dihubungi, Rabu (28 September 2016).
Kendati demikian, pihaknya membenarkan jika ada pasien yang bernama Murtani melakukan pencabutan gigi pada tanggal 19 September 2016. Pasien asal Desa/Kecamatan Guluk-Guluk itu ditangani oleh dokter gigi yunior.
Meskipun dokter yang menangani masih yunior, namun telah mempunyai izin praktik, yakni SIP dan SPR. Sehingga diyakini saat melakukan tindakan medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kalau ada mahasiswa yang sedang melakukan praktik di sini, kami tidak menganjurkan untuk melakukan tindakan. Mereka hanya kami perintahkan untuk melakukan pengawasan,” jelasnya.
Ditanya soal peristiwa yang menimpa korban setelah minum obat, pihaknya mengaku bukan kesalahan pihak Puskesmas. Karena berdasarkan catatan, dokter sebelum memberikan resep telah menanyakan apakah pasien mempunyai riwayat alergi obat. Namun pasien mengaku tidak mempunyai riwayat tersebut.
Sementara obat yang yang diberikan terdapat dua macam, yakni obat gigi golongan amoxilin dan antalgen. Dua jenis obat itu biasa diberikan kepada pasien yang menderita sakit gigi.
“Kami yakin tidak akan salah obat, karena itu sudah sesuai yang disarankan dari dinas. Dan kami telah mengganti dengan jenis obat lain,” jelasnya.
Namun begitu, peristiwa serupa bisa terjadi kepada pasien saat mengkonsumsi obat, baik jenis obat amoxilin ataupun obat vitamin lain, meskipun tidak mempunyai riwayat alergi obat sebelumnya. “Itu kalau bahasa kami namanya peristiwa yang tidak diinginkan,” jelasnya. (JUNAIDI/MK)
