SUMENEP, koranmadura.com – Klaster Rumput Laut di Desa/Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep, terancam akan jadi monumen proyek. Pasalnya, bangunan yang dibangun tahun 2008 dengan menggunakan dana APBD tingkat I itu sulit dioperasikan dalam waktu singkat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumenep, Moh Jakfar, memastikan jika gudang tersebut sulit bisa difungsikan dalam waktu dekat. Menurutnya, banyak faktor yang menjadi penghambat, salah satunya belum ada satu pun investor yang bersedia mengelola meskipun selama ini DKP telah berupaya menawarkan ke berbagai investor.
“Sampai saat ini belum ada investor yang tertarik,” katanya, Senin (17 Oktober 2016).
Baca: Program Prona Tetap Dikenai Biaya
Selain itu, meskipun akses menuju gudang itu mudah dijangkau, namun di sekitarnya banyak lahan yang sudah beralihfungsi, dari yang awalnya lahan pertanian menjadi perumahan. Sehingga, jika dioperasikan dikhawatirkan akan mencemari lingkungan. Kondisi tersebut tentunya menjadi salah satu pertimbangan bagi investor yang hendak berinvestasi di bidang rumput laut di Sumenep.
“Kalau sifatnya produksi pasti ada limbah cair dan bau. Khawatir akan terjadi penolakan, karena di sekitar sudah menjadi perumahan,” katanya.
Kendati demkian, pihaknya terus berupaya agar gedung itu bisa difungsikan. Dia berencna berkoordinasi dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan, dan juga dengan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS). Sehingga bangunan tersebut tidak mubazdir.
Salah satunya dengan cara memadukan dua gudang antara gudang di Desa Lobuk, Kecamatan Bluto. Namun saat ini gudang milik perorangan itu tidak berfungsi maksimal yang disebabkan terbatasnya peralatan, sehingga jika dipadukan antara keduanya bisa berfungsi secara optimal.
Lebih lanjut Jakfar menceritakan, pasca selesainya pembangunan gudang itu, Kementrian Kelautan dan Perikanan telah mejalin kerjasama dengan pihak investor PT Gunung Lawu. Namun, pihak investor belum bisa mengoperasikan karena aset saat itu masih berstatus milik badan usaha milik negara (BUMN).
Namun, tahun 2013 setelah Pemerintah Pusat menyerahka semua aset kepada pemerintah daerah, investor tersebut sudah gulung tikar. Sehingga upaya untuk memaksimalkan rumput laut di Sumenep gagal dilakukan. Akibatnya, hingga saat ini bangunan tersebut dibiarkan mangkrak.
“Masih menunggu investor yang siap untuk mengoperasikan,” jalas pria asal Kecamatan/Pulau Sapeken itu. (JUNAIDI/RAH)
