SUMENEP, koranmadura.com – Penegak hukum tampaknya belum mengambil sikap terhadap maraknya debt collector yang meresahkan masyarakat dan melanggar undang-undang. Mereka bebas menjalankan aksinya.
Pemuda Sumenep, Syaiful Anang mengatakan, debt collector setiap harinya biasa mangkal di antaranya di Jalan Lingkar Barat, Jalan Lingkar Timur, Jalan Raya Kebunagung dan di Jalan Raya Manding.
“Saat ini debt collector di Sumenep masih bebas di Sumenep, meskipun secara UU sudah tidak diperbolehkan. Beberapa waktu lalu pernah kami hendak bertengkar lantaran salah satu debt collector ingin merampas motor milik anak-anak,” katanya, Rabu, 8 Februari 2017.
Sementara yang menjadi sasaran, selain anak muda juga orang dewasa yang tidak paham UU. Sehingga, mereka mudah merampas meskipun dengan cara yang tidak sopan. Biasanya, debt collector tidak hanya sendirian, melainkan lebih dari tiga orang.
Kata Syaiful, soal hutang fidusia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/ 2012 tentang pendaftaran fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang dikeluarkan tanggal 7 Oktober 2012. “Apabila leasing melalui debt collector mengambil secara paksa kendaraan di rumah, merupakan tindak pidana pencurian,” jelasnya.
Bahkan, apabila tindakan tersebut dilakukan di jalan, bisa dikategorikan tindak pidana perampasan. Pelaku tindakan tersebut bisa dijerat Pasal 368 dan Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335. “Itu sudah jelas pidana. Kalau dirampas di jalan, silakan laporkan kepada yang berwajib,” tegasnya.
Sayangnya, Kasubag Humas Polres Sumenep, AKP Suwardi belum bisa dimintai keterangan soal itu. Saat dihubungi melalui sambungan teleponnya tidak aktif. (JUNAIDI/MK)
