PAMEKASAN – Anggota DPRD Pamekasan, Madura, Suli Faris meminta pemerintah agar mengkaji lebih serius pelaksanaan demokrasi di negeri ini, mengingat pada praktiknya cederung salah arah.
“Di sebagian masyarakat demokrasi cenderung dimaknai sebagai kesempatan untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Sehingga jika ada pesta demokrasi, semisal pilkada, pemilihan kepala desa, ataupun pemilu legislatif, mereka hanya mau memberikan dukungan kepada calon tertentu apabila diberi uang,” kata Suli Faris di Pamekasan, Selasa.
Berdasarkan hasil serap informasi yang dilakukan Komisi A DPRD Pamekasan selama pelaksanaan pemilihan, baik pemilihan bupati maupun pemilihan kepala desa di wilayah Kabupaten Pamekasan, uang cenderung menjadi penentu kemenangan.
Bahkan di salah satu desa di wilayah utara Pamekasan, kata dia, harga satu dukungan suara untuk pelaksanaan pilkades ada yang mencapai Rp500 ribu per suara.
Ia mencontohkan seperti yang pernah terjadi di Desa Bindang, Kecamatan Pasean dalam pelaksanaan pilkades di desa itu beberapa waktu lalu. Di desa itu, tutur Suli Faris, harga dukungan suara justru dalam kisaran antara Rp700 ribu hingga Rp1 juta.
“Tapi harga dukungan suara yang tinggi ini terjadi apabila dalam perhitungan di atas kertas memang lawan politiknya dianggap kuat. Ini benar-benar terjadi di lapangan dan bukan hanya isu belaka,” tegas Ketua Fraksi Partai Bulan Bintang itu.
Mantan Kepala Desa Bicorong Timur, Kecamatan Pakong, Pamekasan, Zainal, mengakui harga dukungan perolehan suara di kalangan masyarakat ada yang mencapai kisaran antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
“Itu sudah menjadi rahasia umum, dan juga pernah terjadi di desa saya pada pilkades beberapa waktu lalu,” terang Zainal.
Sebagaimana calon kepala desa lainnya, Zainal juga mengaku sempat mengeluarkan uang untuk masyarakat pemilih pada pilkades di desanya yang digelar beberapa waktu lalu itu. Hanya saja, karena kalah jumlah, ia akhirnya kalah dukungan suara dan tidak terpilih lagi sebagai Kepala Desa Klompang Timur untuk periode 2013-2019.
Suli Faris yang juga Ketua Komisi A DPRD Pamekasan mengatakan fakta tingginya harga dukungan suara pada setiap pelaksanaan pemilihan, seperti di Desa Bindang dan Desa Bicorong, serta sejumlah desa lainnya di Pamekasan itu, mengindikasikan bahwa demokrasi cenderung sudah salah arah. “Apakah seperti ini memang wajah demokrasi kita saat ini,” katanya mempertanyakan.
Oleh karenanya ia meminta agar pemerintah segera mengevaluasi pelaksanaan demokrasi di negeri ini. Sebab, pemahaman bahwa demokrasi selalu identik dengan uang, menurut dia, tidak hanya terjadi di lokal Pamekasan, akan tetapi sudah merata.
Ketika seorang pemimpin ataupun wakil rakyat harus terpilih dengan cara menggunakan uang dan biaya sangat tinggi, kata Suli, maka amanah kepemimpinannya kurang optimal, karena yang akan terpikir pertama kali adalah bagaimana mengembalikan uang yang telah dikeluarkan kepada pemilih itu.
“Artinya, saya menilai amanah reformasi yang diusung mahasiswa pada tahun 1998 itu untuk menciptakan pemimpin dan wakil rakyat bersih bebas KKN jelas menemui hambatan, ketika demokrasi harus identik dengan uang,” katanya.
Oleh karenanya ia berharap persoalan demokrasi yang cenderung salah arah ini hendaknya menjadi perhatian serius semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, dan berbagai elemen lainnya di negeri ini. (ant/rah)