SUMENEP, koranmadura.com – Peringatan Hari Jadi (Harjad) Kabupaten Sumenep ke-748 tahun 2017 mendapat sorotan dari budayawan Syaf Anton. Ia mempertanyakan biaya pesta rakyat yang dinilai tak merakyat itu.
“Saya tidak tahu berapa miliar yang harus ditebarkan dalam pesta rakyat yang tidak merakyat ini. Atau apakah ini yang disebut ‘pesta penguasa?’,” tanya Syaf Anton mengawali tulisan dalam status facebooknya, Selasa, 31 Oktober 2017.
Perayaan Harjad Kabupaten Sumenep mestinya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Sumenep yang juga ada di desa-desa, dan bukan terpusat di kota. “Pembicaraan saya dengan sejumlah warga, umumnya tidak mengenal siapa dan bagaimana ketokohan Arya Wiraraja, dan keramaian apa terjadi beberapa hari ini di kota . Yang mereka dengar cuma “bâdâ tatēngghun e kotta”. Tapi mereka tak mampu menyaksikannya,” tuturnya
Dia menceritakan, peringatan Harjad Kabupaten Sumenep dicetuskan oleh Bupati Soegondo yang memerintah pada tahun 1985-1995, dan saat itu seluruh warga masyarakat Sumenep ikut menikmatnya, dari wilayah kecamatan hingga ke desa-desa dan kampung-kampung. Mereka “berpesta budaya” dengan caranya sendiri. “Dampaknya luar biasa dan terbaca, paling tidak kecintaan warga pada daerahnya sendiri makin meningkat,” tandasnya.
Sumenep Spektakuler
Selain itu, yang menjadi sorotan Syaf Anton istilah “Sumenep Spektakuler” yang menjadi jargon peringatan harjad tahun ini. “Spektakuler bisa diartikan sebagai peristiwa yang dahsyat dan luar biasa, sehingga semua mata (telinga dan hati) terpana dan terkagum-kagum,” paparnya.
Ia umpamakan dengan pembalap motor yang mampu mendomonstrasikan dirinya dengan kecepatan tinggi hingga mengangkat roda motornya melayang-layang ke udara untuk menggambarkan ilustrasi istilah spektakuler.
“Ketika si pembalap telah mampu membuat demonstrasi dengan kecepatan tinggi seraya mengangkat roda motornya sampai melayang-layang ke udara, inilah spektakuler dan tidak ada tandingannya,” jelasnya.
Menurutnya, dalam konsep kedaerahan, spektakuler merupakan sebuah keberhasilan dalam memberikan pencerahan terhadap pembangunan dari semua bidang sesuai dengan kebutuhan rakyat.
“Namun tampaknya, sampai saat ini persoalan krusial masih saja menggejala di tengah masyarakat; semisal darurat agrarian, sulitnya lapangan kerja dan pengangguran makin meningkat, ekonomi rakyat yang terjepit dan dijepit, para petani yang tak mampu lagi mengais tanah tegalan dan sawahnya lantaran kemarau panjang, sumbatan gorong-gorong di sejumlah jalan-jalan kota yang pastinya akan terjadi banjir bila musim hujan tiba dan persoalan lainnya yang harus segera dituntaskan. Bila semua ini terbenahi itulah yang disebut spektakuler,” tandasnya. (FAIROZI/MK)