JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pengawasan pelaksanaan penyaluran program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Langkah pengawasan itu perlu dilakukan, mengingat dalam pengucuran BLSM, rentan dengan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. “Diawasi agar program BLSM tepat sasaran dan tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan,” kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di Jakarta, Minggu (23/6)
Diakui Bambang, besarnya alokasi anggaran yang disalurkan melalui BLSM, itu menjadi pertimbangan utama KPK turut mengawasi. Pihaknya sebagai lembaga penegak hukum, merasa perlu untuk mengawal program tersebut agar benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. “BLSM adalah salah satu program strategis pemerintah yang menyangkut langsung ke rakyat dan jumlah uang yang cukup besar,” tambahnya.
Dana BLSM mulai dikucurkan kemarin sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang menaikan harga Bahan Bakar Minyak jenis premium menjadi Rp 6500 per liter dan solar Rp 5500 per liter. Pemerintah mengalokasikan Rp12,009 triliun berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera Perubahan 2013.
Program BLSM merupakan anggaran lima bulan, yang terdiri dari bantuan tunai Rp11,64 triliun untuk 15.530.897 orang, safeguarding sebesar Rp361 miliar, untuk kebutuhan imbal jasa PT Pos dua tahap sebesar Rp279,55 miliar, percetakan dan pengiriman lembar sosialisasi program oleh PT Pos sebesar Rp70,46 miliar, dan untuk Operasional koordinasi sebesar Rp10,98 miliar.
Berbau Politis
Ditempat terpisah, Koordinator Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Ucok Sky Khadafi, menilai kebijakan BLSM yang dikeluarkan pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM sangat berbau politis. Terlebih kebijakan BLSM ini keluar menjelang pelaksanaan Pemilu 2014. “BLSM bagi kita terlalu sedikit untuk masyarakat, BLSM terlihat betul-betul terlihat menjelang pemilu 2014, jadi mendekati rakyat untuk pemilu,” katanya
Menurut Ucok, pernyataannya tersebut didasari fakta bahwa BLSM memang memiliki ciri-ciri yang lebih sesuai untuk dianggap sebagai sebuah dana kampanye ketimbang sebuah program pemerintah. “Dana kampanye itu cirinya waktunya sebentar. Kalau benar-benar programnya pemerintah itu biasanya panjang durasinya, BLSM itu hanya 4 bulan saja, berarti ini untuk dana kampanye,” tukasnya.
Lebih jauh Uchok menyebut pemberian BLSM lebih kepada pertimbangan Politis dan pencitraan daripada untuk membantu masyarakat miskin pasca kenaikan harga BBM seperti yang didengungkan pemerintah. “Tapi kalo mereka menolak anggapan ini, ya perpanjang dong BLSM-nya,” pungkasnya. (gam/cea)
JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pengawasan pelaksanaan penyaluran program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Langkah pengawasan itu perlu dilakukan, mengingat dalam pengucuran BLSM, rentan dengan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. “Diawasi agar program BLSM tepat sasaran dan tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan,” kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di Jakarta, Minggu (23/6)
Diakui Bambang, besarnya alokasi anggaran yang disalurkan melalui BLSM, itu menjadi pertimbangan utama KPK turut mengawasi. Pihaknya sebagai lembaga penegak hukum, merasa perlu untuk mengawal program tersebut agar benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. “BLSM adalah salah satu program strategis pemerintah yang menyangkut langsung ke rakyat dan jumlah uang yang cukup besar,” tambahnya.
Dana BLSM mulai dikucurkan kemarin sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang menaikan harga Bahan Bakar Minyak jenis premium menjadi Rp 6500 per liter dan solar Rp 5500 per liter. Pemerintah mengalokasikan Rp12,009 triliun berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera Perubahan 2013.
Program BLSM merupakan anggaran lima bulan, yang terdiri dari bantuan tunai Rp11,64 triliun untuk 15.530.897 orang, safeguarding sebesar Rp361 miliar, untuk kebutuhan imbal jasa PT Pos dua tahap sebesar Rp279,55 miliar, percetakan dan pengiriman lembar sosialisasi program oleh PT Pos sebesar Rp70,46 miliar, dan untuk Operasional koordinasi sebesar Rp10,98 miliar.
Berbau Politis
Ditempat terpisah, Koordinator Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Ucok Sky Khadafi, menilai kebijakan BLSM yang dikeluarkan pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM sangat berbau politis. Terlebih kebijakan BLSM ini keluar menjelang pelaksanaan Pemilu 2014. “BLSM bagi kita terlalu sedikit untuk masyarakat, BLSM terlihat betul-betul terlihat menjelang pemilu 2014, jadi mendekati rakyat untuk pemilu,” katanya
Menurut Ucok, pernyataannya tersebut didasari fakta bahwa BLSM memang memiliki ciri-ciri yang lebih sesuai untuk dianggap sebagai sebuah dana kampanye ketimbang sebuah program pemerintah. “Dana kampanye itu cirinya waktunya sebentar. Kalau benar-benar programnya pemerintah itu biasanya panjang durasinya, BLSM itu hanya 4 bulan saja, berarti ini untuk dana kampanye,” tukasnya.
Lebih jauh Uchok menyebut pemberian BLSM lebih kepada pertimbangan Politis dan pencitraan daripada untuk membantu masyarakat miskin pasca kenaikan harga BBM seperti yang didengungkan pemerintah. “Tapi kalo mereka menolak anggapan ini, ya perpanjang dong BLSM-nya,” pungkasnya. (gam/cea)