SURABAYA – Peneliti herbal dan obat tradisional dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Mangestuti Apt MS menyarankan pemerintah perlu senantiasa meningkatkan dukungan pada penyediaan obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
“Kedua jenis obat yang berbahan baku tanaman obat itu sudah melalui serangkaian penelitian yang memberikan landasan ilmiah pada pemakaiannya untuk tujuan kesehatan. Fitofarmaka merupakan obat herbal yang telah melalui serangkaian uji klinis pada manusia sebelum dinyatakan secara resmi dapat beredar di masyarakat,” katanya kepada Antara di Surabaya, Rabu.
Menurut dosen Fakultas Farmasi Unair itu, pemakaian herbal yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dalam bentuk ramuan obat tradisional Indonesia itu memang secara empiris terbukti dapat membantu mencapai kondisi sehat.
“Karena itu, seorang guru besar dari Jepang pernah mengatakan bahwa seharusnya bangsa Indonesia tidak perlu mencari obat tradisional ke negara lain, karena sudah mempunyai kekayaan ramuan dan herbal yang tumbuh subur,” ujarnya, menanggapi salah satu hasil dari APEC Senior Official Meeting (SOM) III di Medan pada 28 Juni – 4 Juli, di antaranya terkait ‘herbal medicine’ sebagai potensi regional.
Ia menilai pendapat profesor Jepang itu sangat tepat dan perlu menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah maupun peneliti Indonesia untuk berkomitmen menyelenggarakan pengobatan yang dapat dipertanggungjawabkan mutu dan khasiatnya secara ilmiah melalui pengadaan obat herbal terstandar dan fitofarmaka di pasaran.
“Berbagai penelitian menunjukkan obat-obatan yang berasal dari alam, yaitu tanaman obat atau yang populer dengan sebutan herbal itu secara turun temurun terbukti bisa membantu mencegah penyakit dan mengatasi penyakit ringan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata peneliti yang aktif mengampanyekan tanaman obat itu, pemerintah yang selama ini masih memasukkan jamu ke dalam sistem pengobatan tradisional yang boleh diramu dan dikonsumsi tanpa bukti penelitian ilmiah, perlu mendukung pembuatan dan pemakaian jamu yang mengikuti kaidah kefarmasian, seperti pemilihan bahan baku, cara pembuatan, aturan pemakaian dan peringatan efek samping yang mungkin timbul.
“Pengembangan obat herbal yang sangat potensial itu perlu satu syarat yakni penataan menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka, sehingga obat herbal akan semakin banyak yang teruji dan masyarakat pun aman.
Untuk itu, peran pemerintah mengembangkan penataan obat herbal menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka itu penting, agar penyediaan obat herbal terstandar dan fitofarmaka di apotek dan toko obat pun akan semakin berkembang, tuturnya.
Selain itu, penataan penyediaan bahan herbal terstandar di tempat penjualan umum juga diperlukan untuk menghasilkan jamu yang makin berkualitas. Contohnya adalah berbagai jenis empon-empon yang banyak dipakai sebagai bahan baku ramuan jamu Madura.
“Penelitian membuktikan khasiat empon-empon yang luar biasa. Misalnya, kunyit sebagai anti radang dan analgesik. Bahkan hasil penelitian juga menunjukkan kandungan zat empon-empon yang berkhasiat sebagai antioksidan yang bisa mencegah kerusakan sel,” paparnya.
Ia menambahkan keseriusan pihak pemerintah dalam menyelenggarakan obat herbal terstandar dan fitofarmaka dapat dibandingkan dengan langkah Pemerintah Jepang dalam mengembangkan obat tradisional mereka. Peran serta pemerintah Jepang itu membuat industri obat tradisional Jepang berkembang dengan dukungan dokter.
“Peran Kementerian Kesehatan sudah sangat serius, antara lain melalui berbagai penelitian yang dikembangan di pusat penelitian di Tawangmangu dan institusi penelitian di perguruan tinggi, karena itu angggaran pemerintah perlu senantiasa ditingkatkan untuk mendukung penelitian tanaman obat sebagai bahan obat herbal terstandar dan fitofarmaka,” tandasnya. (ant/mk)