SURABAYA – Kasus kekerasan seksual terhadap pelajar yang terjadi di sekolah di Jawa Timur sepanjang tahun 2013 jumlahnya cukup fantastis. Data dari Hotline Pendidikan Jawa Timur menyebutkan, dari 825 kasus yang mereka terima, 409 diantaranya adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan orang-orang terdekat, seperti guru dan teman.
“Jumlah kasus kekerasan seksualnya cukup tinggi, 409 kasus atau sekitar 49,85 persen. Hal ini menunjukkan sekolah kita kurang nyaman bagi anak-anak, karena kekerasan seksual itu dilakukan oleh orang-orang terdekat, yakni teman, guru atau orang-orang terdekat di sekolah itu,” kata Direktur Hotline Pendidikan Jawa Timur, Isa Anshori kepada Koran Madura, Minggu (29/12).
Menurut Isa, pada tahun yang akan datang, perlu ada perubahan paradigma dalam proses belajar mengajar. Misalnya, layanan sekolah mesti harus lebih ramah dengan mementingkan dan mempedulikan kepentingan anak. Itu artinya, pada 2014 mendatang,
diharapkan ada kebijakan yang cukup radikal, terutama oleh para guru. Guru tidak lagi hanya memperhatikan kepentingannya, tetapi juga memperhatikan pelaku yang lain, yaitu murid dan orang tua murid. Ketika terjadi kekerasan di sekolah, guru harus berperan aktif untuk meminimalisir. Karena itu merupakan bentuk pertanggungjawab moral pendidik.
“Intinya dalam proses pembelajaran, penanaman budi pekerti harus ditambah porsinya dengan harapan adanya perubahan perilaku. Yang tidak baik menjadi baik, yang tidak tahu menjadi tahu. Dan proses pembelajaran itu harus menjadi ruh bagi guru,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya itu.
Selain kasus kekerasan seksual, persoalan lain yang cukup tinggi yang dihadapi para pelajar di Jawa Timur sepanjang 2013 adalah banyaknya anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam laporan yang diterima Hotline Pendidikan, banyak kasus hukum pelajar yang tidak tertangani dengan baik.
“Kalau berbicara tentang layanan negara atau lembaga yang mewakili hak dasar anak terutama pendidikan, dalam situasi apapun sebetulnya hak pendidikan anak harus tetap diberikan. Negara berkewajiban untuk melindungi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Tapi faktanya tidak demikian. Ini yang harus segera dibenahi,” tandasnya.
Karena itu, ke depan, pihaknya mendorong pemerintah provinsi Jawa Timur maupun kabupaten/kota memiliki peraturan daerah (perda) untuk melindungi secara sistem mulai dari pencegahan sampai penanganan.
“Bagi yang belum, perlu dilakukan upaya pencegahannya. Bagi mereka yang sudah terkena diperhatikan proses penanganannya dan proses integrasi kembali ke keluarga mereka. Supaya ada semacam perhatihan dan perlindungan secara sistem,” pungkasnya. (han)