Oleh : MH. Said Abdullah*
Banyak kalangan terkejut ketika berkembang wacana kemungkinan memasangkan Puan Maharani sebagai pendamping Jokowi. Ada semacam kekhawatiran yang beranggapan sosok Puan Maharani merupakan kepanjangan tangan kepentingan sekaligus cengkraman peran Ibu Megawati. Tak sedikit bahkan yang menyebut Ibu Megawati seperti tak rela memajukan Jokowi sebagai Calon Presiden sehingga perlu semacam jaring pengaman kepentingan melalui pencalonan Puan Maharani untuk mendampingi Jokowi.
Yang sedikit agak sinis menyebut jika benar Puan Maharani diputuskan menjadi Calon Wakil Presiden, PDIP dianggap terlalu ambisius untuk menguasai belantara kekuasaan di negeri ini. PDIP dinilai terlalu arogan atau over confident sehingga tak lagi memperhitungkan kekuatan partai pendukung seperti Nasdem dan PKB. PDIP terkesan memaksakan diri jika memutuskan mencalonkan Puan Maharani sebagai pendamping Jokowi.
Rentetan pemikiran minor ini jika dikaji sebenarnya menegaskan satu hal yaitu tentang kurangnya memahami tradisi budaya internal partai PDIP, yang susah payah dibangun dalam kurun waktu sepuluh tahun belakangan ini. Termasuk juga pengabaian data dan fakta konsepsi sikap politik PDIP dalam berbagai Pemilukada, yang berlangsung dalam satu dekade, sejak tahun 2004. Padahal semua kebijakan PDIP sekarang ini merupakan rangkaian konsepsi konsolidasi internal PDIP untuk menjadi partai, yang mampu berfungsi dan berperan sebagai dapur kader pemimpin bangsa. Bahwa PDIP secara optimal berusaha keras menjadi kawah candradimuka pemimpin bangsa agar memiliki kesiapan berperan membawa rakyat negeri ini ke arah yang jauh lebih baik.
Banyaknya pasangan kepala daerah yang sepenuhnya dari internal PDIP sepanjang sepuluh tahun belakangan ini menjadi bukti bahwa fokus utama partai adalah peningkatan kaderisasi pemimpin bangsa. Menang kalah dalam pemilihan bukan menjadi faktor pertimbangan utama. Yang terpenting bagaimana PDIP terus berbenah mempersiapkan kader-kader pemimpin terbaik.
Pernyataan Calon Presiden PDIP Jokowi bahwa sampai saat ini tak ada pembicaraan soal bagi-bagi kursi kekuasaan dalam barisan koalisi mempertegas kometmen PDIP bahwa kekuasaan bukanlah tujuan utama. Kekuasaan merupakan alat bagaimana semaksimal mungkin dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Sekali lagi ini konsistensi sikap partai bagaimana membawa Indonesia menjadi lebih baik, yang dari internal partai dimulai melalui upaya mempersiapkan kader-kader pemimpin bangsa.
Dengan demikian tampilnya Puan Maharani sebagai kandidat Cawapres merupakan gambaran riil bahwa PDIP memiliki kesiapan kader untuk mengisi kepemimpinan nasional. Dan secara kualitatif kader-kader terbaik PDIP termasuk Puan Maharani sudah teruji, mumpuni untuk memimpin bangsa Indonesia menuju masa depan lebih baik.
Semua memang masih berproses. Dan PDIP sebagai kekuatan pemenang Pileg tentu saja dalam hal apapun, baik menyangkut keputusan menentukan Calon Presiden, Cawapres, mentri-mentri dan lainnya menempatkan pertimbangan kepentingan nasional, kesejahteraan rakyat di atas segala-galanya. Sekali lagi ini menegaskan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri diakui, dengan konsistensi selama sepuluh tahun berada di luar kekuasaan mampu mempersiapkan kader-kader pemimpin terbaik yang siap berkiprah pada kepentingan Negara, bangsa dan rakyat negeri ini.
* Anggota DPR RI, asal Madura