JAKARTA-Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menilai proses pembahasan UU MD3 sangat misterius. Apalagi prosesnya juga tidak mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami tadi rapat Bamus, salah satunya membahas UU MD3 yang sedang disorot publik. Mestinya RUU yang menyangkut soal daerah, yang seharusnya menjadi bagian utuh masuk dalam UU MD3, namun justru hanya sepenggal-sepenggal,” kata Ketua DPD RI, Irman Gusman dalam konfrensi persnya di Jakarta, Selasa, (15/07).
Lebih lanjut Irman mengaku kecewa dengan UU MD3 yang baru saja di sahkan. Pasalnya, UU MD3 ini malah lebih buruk dari UU sebelumnya yang disahkan 2009 lalu. “Jadi ini makin memiliki potensi menimbulkan konflik antar lembaga negara. Padahal MK sudah memutuskan, RUU yang berkaitan dengan DPD, maka harus melibatkan DPD,” tambahnya.
Dengan tanpa melibatkan DPD, sambung Irman, maka keberadaan UU MD3 itu bisa dikatakan cacat formal. “Oleh karena itu, kami sepakat untuk membentuk tim litigasi, bukan hanya dari para anggota DPD. Namun juga melibatkan ahli hukum tatanegara,” ungkapnya.
Diakui Irman, dirinya tidak ingin mengomentasi “ruang sebelah” (DPR-red) terlalu jauh. “Jangan hanya gara-gara DPR, maka DPD ikut terabaikan. “Makanya, kita akan merekomendasikan kepada pimpinan DPR, apakah dalam UU MD3 ini, perlu membentuk UU DPR sendiri, UU DPD sendiri. Karena UU MD3 ini nuansa politisnya terlalu kuat,” imbuhnya.
Menurut Irman, menyangkut hal-hal yang masih dianggap oleh DPD bertentangan dengan UUD 1945 maupun dengan putusan MK perkara nomor 92/PUU-IX/2012, maka DPD akan mengajukan uji materi.
Selain itu, kata Irman, terhadap hal-hal teknis drafting dan sikronisasi bab dan pasal dalam UU MD3 yang belum sesuai dan selaras antara MPR, DPR, dan DPD secepatnya dilakukan sinkronisasi pasal-pasal tersebut sejalan dengan dirumuskannya kembali beberapa pasal dalam UU MD3 hasil rapur DPR, pada 8 Juli 2014 yang lalu.
Politisi senior Partai Golkar Ginandjar Kartasasmita angkat bicara soal bergabungnya partai Golkar dalam koalisi Merah Putih yang sifatnya permanen. Menurutnya keputusan DPP Partai Golkar tersebut menyalahi AD/ART partai berlambang pohon beringin. “Koalisi permanen itu menurut saya tak mengikat dalam organisasi. Ini cacat secara prosedural,” kata Ginanjar Kartasasmita di Gedung Perintis Kemerdekaan, Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (15/7).
Dia mengungkapkan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) tak pernah membahas soal koalisi permanen ke kader maupun organisasi pendiri Golkar. Ical pun dinilai tak pernah diberi mandat oleh partai. “Keputusan tersebut tak pernah dirapatkan dalam pleno ataupun yang lebih tinggi. Pak ARB pun tak pernah diberi mandat untuk ikut dalam koalisi jangka panjang manapun,” terang dia.
Selain itu, Mantan Menko Perekonomian itu menilai para tokoh lintas generasi hanya menuntut kembali dilaksanakannya AD/ART Golkar. Dia juga menuntut pelaksanaan Munas sesuai jadwal. “Saat ini AD/ART banyak diselewengkan, kami cuma ingin paradigma dan AD/ART partai dijakankan kembali di jalurnya serta mengembalikan Golkar pada relnya, tak ikut arus manapun juga mengingatkan pengurus untuk melaksanakan Munas sesuai jadwal yakni Oktober nanti,” pungkas dia.