JAKARTA- Reputasi sejumlah lembaga survey yang menggelar perhitungan cepat (quick count) berada dititik nadir. Hasil hitung cepat yang sebenarnya merupakan kontribusi keilmuan terhadap terselenggaranya pesta demokrasi yang jujur dan bertanggung jawab sehingga memastikan keputusan lembaga negara tidak dipengaruhi muatan politis dan justru sesuai dengan kebenaran empiris ternyata melenceng. Untuk itu, seluruh lembaga survei yang melakukan quick count membuka sumber dana serta metode dan datanya. Bahkan Forum Rektor Indonesia (FRI) siap membantu mengaudit lembaga survei tersebut. “Kita siap mensuplai ahli atau menjadi tim review independen. Nanti kita dapat melakukan analisis metodologi lembaga survei itu,” kata Rektor UGM Pratikno di Hotel Sari Pan Pacific Jl. Thamrin Jakarta, Senin (14/7).
Menurutnya mereka tidak ada keinginan membuat lembaga survei sendiri. Mereka siap mendukung asosiasi lembaga survei di Indonesia. “Kita tidak mau mengambil alih karena akan runtuh lembaga survei itu. Kita siap mendukung asosiasi untuk menertibkannya,” terang dia.
Selain itu, dia juga menilai pemilu kali ini adalah prestasi luar biasa. Jangan sampai Indonesia kembali ke masa orde baru. “Ini sebuah prestasi luar biasa meskipun ada banyak yang harus dibenahi. Adalah naif setelah 15 tahun kita mampu melewati masa sulit terus set back ke belakang,” pungkas dia.
Sementara itu, Ketua FRI Ravik Karsidi menilai pelaksanaan Pilpres 2014 berjalan aman dan tetrib. Namun proses penghitungan suara dari tingkat TPS, PPS, PPK, KPU Kabupaten atau Kota sampai KPU harus dilakukan transparan dan profesional. “Agar proses pilpres yang jujur, adil, dan damai bisa dipertahankan untuk kepemimpinan nasional yang kuat dan efektif bisa dihasilkan,” ujar Ravik kepada wartaan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin, (14/7).
Kedua pasangan capres-cawapres, partai pendukung, tim pemenangan, beserta para relawan pendukung kedua bela pihak, kata Ravik, harus juga menerima keputusan KPU pada 22 Juli 2014 siapa yang menang dan kalah.
Dengan ketetapan resmi KPU nanti, pasangan capres-cawapres yang kalah harus bisa menerima kekalahan dan berbesar hati. Karena siapa pun yang terpilih juga merupakan kemenangan bangsa Indonesia.
Rektor Universitas Sebelas Maret itu memastikan FRI tetap berkomitmen bahwa perguruan tinggi akan menegakan netralitas dalam lingkup tugas dan kewenangan pendidikan.
Secara terpisah, peneliti Senior Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menyindir rencana Komisi I DPR RI memanggil Radio Republik Indonesia (RRI) karena melakukan hitungan cepat atau quick count Pilpres 2014, mendapat kecaman dan sinisme dari banyak pihak. Bahkan ada yang menilai Komisi I DPR RI kini secara terang-terangan telah berpihak ke pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. “Sangat kaget membaca berita Komisi I DPR RI akan memanggil RRI hanya karena melakukan quick count. Komisi I DPR RI alih-alih memperlihatkan netralitasnya, justru nampak berpihak pada capres No urut 1,” katanya.
Lucius juga menilai, tudingan Komisi I DPR RI bahwa RRI tidak netral terkait rilis hasil hitungan cepat pada pilpres lalu justru menyesatkan. ”Sebagai lembaga penyiaran publik, RRI harus menyebarluaskan informasi yang benar,” jelasnya.
Masalah yang terjadi pasca rilis quick count, katanya,bukan lantaran RRI tidak netral, tetapi justru karena adanya empat lembaga lain yang merilis hasil berbeda dari 8 lembaga kredibel lainnya. ”Jadi DPR khususnya Komisi I DPR RI jangan cari-cari kerjaan dan menggunakan lembaga parlemen itu untuk memasung lembaga negara yang sudah bekerja baik dalam menyediakan informasi benar kepada publik,” pungkasnya.