JAKARTA-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya memutuskan melonggarkan kuoto bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun depan dari patokan 46 juta kiloliter (Kl). Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana parlemen selalu mengunci volume BBM subsidi di angka tertentu.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Ahmadi Noor Supit mengungkapkan, pemerintah meminta kebebasan untuk menambah kuota BBM subsidi apabila terjadi pembengkakan melalui persetujuan Komisi terkait. “Jadi nanti kalau kelebihan kuota, nggak perlu ajukan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) atau mengajukan APBN-P. Jadi sekarang kami beri kewenangan,” kata dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/9).
Lebih jauh Ahmadi menjelaskan, DPR terpaksa mengunci kuota BBM subsidi dalam beberapa tahun terakhir supaya pemerintah disiplin untuk menjaga volume BBM subsidi. “Kalau nggak dikunci, kuota pasti berlebihan luar biasa. Sebetulnya di 2014 saat kita kunci, pemerintah berupaya serius. Kalau saja di internal pemerintah nggak ribut, bagus sekali pasti nggak terlampaui,” paparnya.
Kata dia, penambahan kuota BBM subsidi perlu dilakukan karena PT Pertamina (Persero) telah mengumumkan BBM subsidi bakal ludes di akhir Desember 2014. “Itu tidak kosong kalau seandainya ada penataan. Kita sudah temukan penyelundupan dan penyalahgunaan BBM luar biasa, dan ini harus ditata. Jadi kalau dibebaskan (kuota), kita nggak akan menata,” ucap Ahmadi.
DPR, sambungnya, melonggarkan volume BBM subsidi di tahun depan supaya pemerintahan baru dapat lebih leluasa mengakomodir visi dan misi Jokowi-JK.
Namun Ahmadi optimistis volume BBM subsidi tahun ini tak akan jebol jika pemerintah sanggup melakukan kenaikan harga BBM subsidi di 2014. “Karena berdasarkan pengalaman, konsumsi akan menurun drastis. Mungkin masyarakat ingin irit pengeluapan, dan penyelundupan pun nggak akan marak karena disparitas harga sudah rendah,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR Harry Azhar Aziz mengingatkan Presiden Terpilih Joko Widodo agar tidak menghabiskan APBN 2015 untuk dana sosial. Kalau itu dilakukan, maka pemerintahan baru sulit menikmati pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Harry menyatakan, Jokowi tersandera kampanyenya sendiri yang mengutamakan uang negara hendak digunakan buat Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. “Pak Jokowi kan lebih banyak untuk sosialnya. Itu akan agak lama untuk pertumbuhan ekonominya,” ujarnya di komplek DPR RI, Jakarta, Senin (29/9).
Sesuai rapat Banggar bersama pemerintah kemarin, anggaran infrastruktur sudah ditingkatkan menjadi Rp 200 triliun. Harry meminta Jokowi fokus mewujudkan program pembangunan seperti tol laut.
Dana infrastruktur yang sudah disediakan di RAPBN itupun tidak bisa maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini sebabnya, kata Harry, DPR dan pemerintah sepakat memasukkan asumsi bahwa Jokowi harus menaikkan harga BBM. “Harus ada anggaran rutin. Katanya mau naikkan harga BBM. Atau menaikkan pajak, atau menaikkan defisit, atau pemotongan anggaran defisit, itu saja,” katanya. (GAM)