Oleh : MH. Said Abdullah*
“Dalam dunia politik tidak pernah ada titik. Segala sesuatu selalu koma,” jelas seorang kawan, menanggapi pergeseran konstelasi politik menjelang pelantikan anggota DPR RI, 1 Oktober mendatang. Ini, katanya lagi, menggambarkan bahwa kebijakan dan sikap politik sangat fleksibel walau tentu tetap ada batas-batas terkait platform, kometmen dan konsistensi relasi politik serta yang paling utama kepentingan yang jauh lebih besar; kepentingan bangsa dan negara.
Memang benar, kata kawan yang relatif senior dalam dunia politik itu, sering berlaku jargon tak ada kawan dan lawan abadi, yang ada kepentingan abadi. Tetapi jangan lupa selalu ada sesuatu yang spesial dalam pentas politik. Sangat mungkin tumbuh kuat dorongan berubah dalam sikap politik, namun karena menyangkut pengalaman relasi politik yang bermasalah, yang terjadi bisa sebaliknya. Tetap ada faktor bersifat manusiawi.
Jadi, katanya lagi, wajar saja jika belakangan berkembang wacana PPP dan PAN merapat ke koalisi pendukung Jokowi-JK yang ditandai kehadiran wakil dua partai itu pada acara Rakesnas PDIP di Semarang beberapa waktu lalu. “Itu bagian dari dinamika politik yang pertimbangannya sudah pasti sangat matang dan bukan wujud kepentingan instan,” tegasnya, penuh keyakinan.
Kedua partai, terutama PPP memiliki relasi sangat baik dengan PDIP. Mantan Ketua Umum PPP Hamzah Haz, pernah menjadi Wakil Presiden ketika Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI. Bergabungnya PPP lebih merupakan penyegaran relasi politik yang sudah lama berjalan baik dengan PDIP. Demikian pula PAN, terutama Ketua Umumnya Hatta Rajasa, memiliki pertautan kerja sama dengan PDIP. Hatta Rajasa pernah menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi ketika Indonesia dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri.
“Jangan lupa, Mantan Ketua Umum PPP Hamzah Haz, sebelum hingar bingar kepastian dukungan pada pasangan Capres/Cawapres, sempat bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Jadi, tak ada yang luar biasa jika nanti PPP ternyata memperkuat koalisi pendukung presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla,” tegasnya, penuh keyakinan.
Rekam jejak hubungan PPP maupun PAN dengan PDIP relatif sangat baik. Karena itu bergabungnya dua partai berbasis Islam itu diyakini memperkuat pemerintahan di masa mendatang. Dua partai itu seperti menegaskan konstelasi realitas politik di negeri ini bahwa pemerintahan akan kuat dan berpeluang berjalan lebih baik jika terwujud relasi ideal Islam-nasionalis. Katakanlah melengkapi keseimbangan format politik Islam-nasionalis yang sebelumnya hanya ada partai berbasis Islam, PKB di koalisi presiden dan capres terpilih.
Konsistensi Joko Widodo tentang koalisi tanpa syarat, meyakinkan masyarakat bahwa kehadiran PPP dan PAN memang sepenuhnya demi bangsa dan negara. “Persoalan di negeri ini, tak bisa diselesaikan oleh hanya kekuatan empat partai,” tegas Joko Widodo. Sebuah penegasan eksplisit bahwa semangat yang berkembang sepenuhnya demi bangsa dan negara.
Presiden Joko Widodo sangat memahami bahwa mewujudkan visi misinya pada saat menjalankan pemerintahan mendatang memerlukan dukungan DPR yang memadai. Karena itu pertimbangan utama relasi politik baru itu demi kelancaran pelaksanaan program pemerintah. Jauh dari pertimbangan kepentingan bagi-bagi kue kekuasaan, yang sering terjadi menjelang penyusunan kabinet.
Dunia politik sesuai watak aslinya memang selalu dinamis. Yang layak dan perlu dikawal bagaimana agar dinamika itu tetap berada dalam rel ideal; benar-benar untuk kemaslahan rakyat, bangsa menuju terwujudnya Indonesia hebat.
*) Anggota DPR RI, asal Madura