PROBOLINGGO – Untuk memeriahkan tahun baru Islam atau 1 Muharam 1436 Hijriah, warga menggelar tradisi suroan. Tradisi suroan itu berupa “mandi pusaka”. Seperti yang dilakukan oleh warga Desa Sepuh Gembol, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo.
Kiai Salim mengatakan, mandi pusaka itu sudah menjadi tradisi warga setempat yang dilakukan sejak turun temurun. Mandi pusaka itu terdiri dari berbagai jenis pusaka yang berasal dari nenek moyang warga sekitar. Seperti keris, tombak, clurit, pusaka trisula, pedang dan samurai.
“Mandi pusaka ini sudah bertahun-tahun kita lakukan,” ungkap Kiai Salim kepada wartawan, Minggu (26/10).
Bahkan, kata dia, dengan memandikan pusaka tersebut, secara tidak langsung warga telah melestarikan budaya yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang jaman dahulu. “Ini kan peninggalan nenek moyang kita. Jadi perlu kita lestarikan,” katanya.
Kiai Salim mengatakan, warga yang memandikan pusaka itu di rumahnya itu tidak hanya berasal dari Probolinggo saja, tetapi juga banyak dari luar kota. Seperti dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Lumajang, Jember dan Situbondo.
“Mandi pusaka itu tidak hanya pada awal 1 Muharram saja, namun sampai pemungkas bulan nantinya,” terang dia.
Untuk mandi pusaka itu, prosesnya cukup rumit. Bahkan juga memerlukan sesajen. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. “Mandi pusaka itu tidak hanya memandikan biasa. Perlu orang yang ahli,” katanya.
Seperti menyediakan jeruk nipis, air kelapa, kemenyan dan minyak wangi. Dengan menggunakan air kelapa itu, karat besi pusaka akan luntur. Sementara pusaka yang terbuat dari kuningan tidak boleh direndam air kelapa. Karena akan menyebabkan kelunturan.
“Begitu pula dengan menyediakan sesajen. Karena dengan sesajen itu ada yang berkeyakinan khodam yang ada dalam pusaka itu tidak akan pudar,” ungkapnya. Muhammad Sugianto.