SUMENEP- Sejak tahun 2010 lalu, berdasarkan data yang ada di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sumenep, jumlah lahan sekolah bermasalah mencapai puluhan. Menurutnya, sebagian dari jumlah tersebut sudah diselesaikan. Namun, terkait jumlah lahan sekolah yang belum terselesaikan hingga saat ini, kepala Disdik setempat, A. Shadik sepertinya benar-benar belum punya data yang valid, bahkan ia terkesan plin plan saat membeberakan data.
Selasa (07/4) lalu, Shadik mengungkapkan, jumlah lahan sekolah bermasalah sebanyak 47. Dari jumlah tersebut, sebagian sudah berhasil diselesaikan. Sehingga hanya menyisakan 15 sekolah yang belum jelas status lahannya. “Jadi tinggal 15 yang belum diselesaikan,” papar Shadik waktu itu.
Untuk menyelesaikan persoalan lahan dari 15 sekolah tersisah itu, Shadik mengaku cukup kesulitan. Pasalnya, warga yang mengaku sebagai ahli waris meminta harga yang cukup tinggi, yaitu Rp. 350 ribu per meter. Padahal, dana yang disiapkan pihaknya hanya sebesar Rp. 45 ribu untuk per meternya.
Namun demikian, hanya berselang tiga hari, Kamis (9/4) Shadik justru mengungkapkan hal berbeda. Menurutnya, jumlah lahan sekolah bermasalah sejak tahun 2010 lalu sebanyak 45 sekolah, sedangkan yang masih belum terselesaikan hanya tinggal 6 sekolah. Padahal, sebelumnya ia mengungkapkan masih ada sekitar 15 sekolah yang belum jelas status lahannya.
Sementara saat Koran Madura meminta nama-nama sekolah yang lahannya sudah dan belum diselesaikan itu, ia enggan memberikannya. Menurutnya hal itu tidak perlu. “Yang jelas, dari 45 lahan sekolah yang bermasalah sejak tahun 2010 itu, sekarang hanya tinggal 6. Tidak usah (minta data ini, red.),” katanya sambil lalu langsung melihat data lahan sekolah bermasalah yang dipegannya.
Dikatakan, selama tahun 2015 ini pihaknya masih belum mampu menyelesaikan persoalan lahan sekolah bermasalah itu. Selain masih terkendala harga yang dinilai terlalu tinggi, ia juga berdalih karena tahun 2015 masih baru berjalan tiga bulan. “Masih belum ada. Karena masih baru tiga bulan,” dalihnya.
Namun, dia mengaku akan berupaya agar semua lahan sekolah yang masih bermasalah itu cepat selesai. Shadik mengaku akan melakukan pendekatan secara kekeluargaan kepada warga yang mengaku sebagai pemilik lahan sekolah yang bermasalah itu. “Karena kalau harus membeli dengan harga Rp. 350 ribu permeter, anggaran kami tidak akan cukup,” paparnya.
Sementara terkait anggaran yang telah disiapkan, Shadik mengaku telah menganggarkan kurang lebih Rp. 600 juta lebih yang diambilkan dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Sumenep tahun 2015. “Kalau target, kita tidak bisa menetukan target. Karena, meskipun kita menentukan target, tapi lahannya tetap tidak dibiarkan, itu percuma,” pungkasnya.
Terkait, sebelumnya sempat terjadi penyegelan SDN 1 Banbaru, Kepulauan Gili Raja, Kecamatan Gili Genting pada Senin (6/4) lalu. Namun, sehari setelahnya, Selasa (7/4) akhirnya sekolah itu kembali dibuka. Hal itu menyusul adanya jaminan dari salah seorang anggota DPR-RI, MH. Said Abdullah, bukan dari Disdik setempat, kepada pihak keluarga yang mengaku sebagai pemilik lahan sekolah tersebut.
(FATHOL ALIF)